Firasat?

Gabut, nih. According to calendar, sekolah diliburkan karena hari ini Hari Raya Nyepi. Enak sih, bisa istirahat. Tapi malah jadi gak tahu mau ngapain -_- karena itu, sekarang aku mau cerita tentang... well... sesuatu yang sebenarnya gak jelas, tapi sumpah nyebelin. Judulnya: Firasat? (pakai tanda tanya). 

.
.

Sekitar 3 bulan yang lalu, tepatnya bulan Desember tahun 2014, aku dan sekeluarga liburan ke Bali. Liburannya lumayan berkesan. Selain karena pergi ke tempat yang orang-orang beri label 'surga Indonesia', aku juga belum ketemu keluargaku selama... kurang-lebih 6 bulan. 

Awal liburan, kami jalan-jalan ke Pantai Kuta, ke Legian (tengah malam, which is agak ngeri karena banyak bule-bule mabuk), ke Pantai Pandawa (walaupun cuma beli makan karena pasirnya putih banget dan silau, ganggu mata), ke Tanah Lot, dan lain-lain. Kami juga sempat main flying fish dan banana boat (walaupun cuma sebentar). 

Tapi itu cuma sehari karena ternyata kami semua nganggap itu... gak seru -_- yeah, kami lebih suka nge-mall. Karena itu, besoknya, kami jalan-jalan ke Duta Plaza, Galeria, Beach Walk, dll. Iya, dodol banget. Ngapain juga ke Bali kalau cuma mau nge-mall? -_- 

Tapi bukan itu yang mau kubahas. 

Yang mau kubahas adalah...

...
...
...


Oke, beberapa hari sebelum liburan berakhir, kami mampir ke rumah adiknya eyangku (tante dan om-nya Mama) yang kebetulan tinggal di daerah Denpasar. Setelah muter-muter gak jelas dari Kuta ke Denpasar (dan sempat kesasar), akhirnya kami sampai.  

Nah, sebelum turun dari mobil, tiba-tiba perasaanku gak enak. Sumpah. Dan aku, gak tahu kenapa, tiba-tiba kebayang-bayang pesawat jatuh! Iya, emang gak nyambung banget karena: apa hubungannya pesawat jatuh dengan rumah adiknya eyangku? 

Oke, kalau aku cerita ke orang lain, mungkin orang itu nganggap kalau it was quite funny, but... sumpah, nyeremin. Habis itu, liburanku (yang tadinya lumayan seru) langsung berubah 180 derajat. Apalagi kalau malam udah datang. Waaaaah jadi gak bisa tidur, gak bisa santai, gak bisa ngapa-ngapain. Bawaannya uring-uringan, mau marah, mau curhat (tapi gak bisa), dll. Makan juga gak nafsu.

Kukira itu cuma sementara, tapi bayangan itu dateng terus tiap hari.

Akhirnya aku (dengan sotoynya) nganggap itu sebagai firasat. Iya, firasat kalau pesawat yang aku tumpangin buat pulang ke Solo nanti bakal jatuh. 

Haaaaargh jadi tambah gak tenang. 

Terus, akhirnya aku ngomong ke ortuku. Tapi gak secara frontal karena aku gak mau bikin mereka ketakutan. Aku juga gak mau diketawain kalau ternyata firasatku itu salah dan aku jadi kelihatan nge-drama -_-

.

Aku: "Ma, kayaknya aku gak mau pulang ke Solo di tanggal 3, deh." 

Mama: "Lah? Emang kenapa?" 

Aku: (sambil meringis) "Gak apa-apa... cuma... gak mau aja. Mau sih, tapi gimana kalau ditunda?"

Mama: (agak panik) "Emang kenapa, sih? Kamu gak mau tinggal sama Eyang?" 

Ya elah, Mama sama Bapak malah salah sangka -_- bukan. Ini bukan masalahku di Solo, tapi masalah di perjalanan selama aku pulang ke Solo. Ya udah, daripada belibet, akhirnya aku...

.

Aku: (masang muka lesu) "Gak jadi, Ma." 

.

Ya udah. Topik itu akhirnya dilupain sama ortuku, tapi enggak buat aku karena bayangan itu malah jadi tambah sering dateng. Sumpah, kayaknya waktu itu aku nyaris gila. Kerjaanku tiap hari melamun kayak orang sinting karena aku terus ngebayangin: gimana kalau ternyata firasatku bener? 

Gimana kalau ternyata pesawat yang aku tumpangin (di tanggal 3 Januari) bener-bener jatuh ke laut? 

Gimana kalau ternyata... aku meninggal? 

-_-

Meninggal adalah hal yang pasti dialamin oleh semua makhluk hidup. Sebelum ini, aku emang takut meninggal (karena amalku belum banyak dan dosaku (mungkin) masih menggunung), tapi aku selalu rela kalau waktuku emang udah habis. Aku rela deh kalau Allah mau ambil aku kapan pun :') tapi please, jangan kasih aku firasat kalau aku mau meninggal bentar lagi. 

Karena, kalau aku tahu kapan aku meninggal, mungkin aku malah meninggal karena ngitung berapa detik yang bisa kuabisin sebelum aku mati (bukan karena kecelakaan, sakit, dll). 

Ah. Ngeri. 

.
.

Sebelum bener-bener balik ke Solo, aku mampir dulu ke Sorowako (tempatku tinggal sebelum pindah ke Solo) karena aku harus ngurusin talkshow novelku. Nah, di Sorowako, bayang-bayang itu masih sering muncul, tapi kalau malam doang. Kalau siang, aku gak punya waktu untuk mikirin itu karena aku sibuk (halah). 

Nah, suatu malam, karena aku bener-bener gak tahan, aku nanya ke adekku:

Aku: "Wi, gimana perasaanmu kalau kamu tahu bakal ada pesawat yang mau jatuh?" 

Wuri (adekku): "Ya gapapa, sih. Kan aku gak tahu." 

Aku: (masang muka datar) "Kalau kamu tahu gimana?" 

Wuri: "Ya takut lah." 

Habis itu aku diem. Ngajak Wuri curhat soal masalah beginian adalah kesalahan besar, karena dia gak ngerti apa-apa. Ya wajar sih, namanya juga anak SD kelas 5, masih mungil dan gak tahu apa-apa (ya iyalah, ngapain juga ya aku curhat ke anak SD? Ini yang bego aku atau siapa, sih? -_-). 

Habis itu, aku curhat ke Fiqri, temen SMP-ku, yang kebetulan online Facebook. Fiqri ini orangnya bijaksana (halah), jadi mungkin dia tahu solusinya. 

Aku: "Fiq, apa yang bakal kamu lakuin kalau kamu punya firasat buruk?" 

Fiqri: "Sebisa mungkin menjauh." 

Aku: "Maksudnya?" 

Fiqri: "Ya... misalnya, aku punya firasat buruk sebelum pergi, ya aku gak jadi pergi." 

Aku: "..."

Habis itu, aku ngejelasin tentang bayang-bayang pesawat jatuh yang udah dua minggu-an ganggu pikiranku. Aku juga ngejelasin kalau gak mungkin aku nunda kepulanganku ke Solo itu karena: 
(1) Ortuku pasti gak mau. 
(2) Sekolahku udah mau masuk. Kalau ditunda, berarti aku harus bolos untuk alarnas yang gak bisa ditanggung-jawabkan. 
(3) Aku udah beli tiket, men. Kalau dibatalin, uangnya gak balik -_- rugi sejuta lebih? Ya males, lah.

Tau gak jawabannya Fiqri apa? 

Fiqri: "Oh, begitu. Kalau begitu, ada 3 kemungkinan, sih: (1) Berdoa (2) Bersiap-siap untuk hal yang terburuk (3) Pasrah." 

Siaalaaaaaaan :'( ah, malah jadi tambah gak tenang hiks :'(

.
.

Oke, puncaknya, suatu malam setelah mandi (beberapa hari sebelum aku pulang ke Solo), aku nonton televisi di ruang keluarga. 

Tahu gak tivi-nya nyiarin apa? 

Pesawat AirAsia yang hilang dan diduga jatuh ke laut. 

Habis itu, entah kenapa, perasaanku jadi lega. 70% bayangan pesawat jatuh yang selama ini gangguin aku, tiba-tiba menguap ke langit-langit rumah. 

Mama: "Duh, ngeri. Kasihan ya, mau liburan tapi malah ada insiden tragis kayak gini. Gak nyangka." 

Aku: (entah kenapa malah ngomong): "Kayaknya aku udah nyangka sih."

Mama: (kaget) "Ha?" 

Aku: "Sejak liburan ke Bali kemarin, aku udah kebayang-bayang pesawat jatuh. Kukirain yang mau jatuh itu pesawat yang bakal kutumpangin untuk pulang ke Solo, tapi ternyata... mungkin pesawat AirAsia ini. Mungkin." 

Mama: "AH! NGERI! KAMU JANGAN BOHONG, YA!" 

Aku: "Ngapain juga bohong. Makanya aku pernah ngomong ke Mama supaya pesawatku ditunda karena aku takut." 

Wuri: "Oh, pantesan kamu pernah nanya-nanya aku tentang pesawat jatuh, Mbak!" 

Singkatnya, satu keluarga geger karena aku ngomong gitu. 

.
.

Pesan moralnya? 

Hahahaha... jangan pernah terburu-buru menyimpulkan sesuatu sebagai firasat :p apalagi firasat yang bakal menimpa kamu atau keluargamu, karena itu kan belum tentu kejadian. Rasanya gak enak banget lho. 

Tetap stay positive, berdoa, dan (kata Fiqri) sebisa mungkin hindarin kalau ternyata itu memang firasat

Inget, apa pun yang harus terjadi, memang akan terjadi (kayaknya ini quote-nya Dewi Lestari, dalam cerpen berjudul Firasat di buku Rectoverso). 

Comments

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"