Posts

Showing posts from 2015

Lima Puluh Tahun

Aku, Supriyadi. Usia tiga puluh tahun. Bekerja sebagai pengasuh lansia sekaligus sopir bagi seorang kakek miliuner penderita sakit ginjal. Nama kakek itu adalah Antoni. . Rumah Pak Antoni--rumah tempatku bekerja--sangatlah luas. Aku sudah bekerja di sana selama sepuluh tahun, namun aku masih belum mengenali sudut-sudut rumah itu dengan baik. Aku bahkan pernah tersesat di dalamnya.  Selain luas, rumah berlantai lima itu juga megah. Mewah. Dengan lantai marmer berkualitas tinggi, lapisan tirai yang lebih tebal dari harga diri Inem--maaf, aku benci sekali pada pesuruh genit itu--dan karpet beludru dari Turki, rumah peninggalan zaman Belanda itu akan jauh lebih pantas jika disebut sebagai kastil. Istana seorang putri.  Namun, tidak ada putri di dalamnya.  Tidak ada pula ratu.  Pak Antoni hanya menjadi raja sendiri .  . Rumah itu sangat spesial, namun bagian yang paling spesial di sana adalah taman mawar.  Menurut cerita Pak RT dan tukang bubur yang

Di Kaki Senja

Di kaki senja, aku dan dia selalu bercengkrama, berbagi cerita tentang apa pun. Tentang betapa benci dia pada mata biru yang ia warisi dari ayahnya. Tentang adik bungsuku yang akhirnya tamat SD setelah dua kali tinggal kelas. Tentang ayahnya di Amerika yang tak pernah kembali. Tentang kegemaranku pada debur ombak yang berkejaran. Ah, pokoknya apa pun. Termasuk juga masa depan. Aku, si sederhana yang tak ingin neko-neko ini, hanya memiliki andai-andai yang biasa saja: belajar baik-baik, lulus kuliah, mendaftar jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), punya istri cantik yang bisa memasak ayam rica enak, ikut program KB, dan naik haji. Selesai . Tapi dia tidak begitu. Dia, si cantik dengan jiwa pemberontak dan pikiran yang kompleks itu, memiliki cita-cita yang luar biasa : merantau ke luar negeri, melamar jadi freelancer di National Geography, menerbitkan novel tentang perjuangan seorang relawan di daerah perang, mendirikan sekolah alam, dan mendaki hingga ke puncak Everest. Mung

Parts of Me That Have Been Missing

I lost so many things. All in the same time.  . First, my grandmother passed away. Kehilangan kakek atau nenek mungkin adalah hal yang gak terlalu menyakitkan. Itu biasa karena selain usia mereka udah tua, beberapa dari kita juga jarang mengunjungi mereka. Palingan kalau libur lebaran aja. Tapi buat aku ini gak biasa. I lived with my grandma for many months   in her home. Waktu dia dirawat, aku salah satu orang yang jagain. Waktu dia mau minum obat, aku sering suapin. Waktu dia jatuh karena stroke, aku salah satu orang yang susah payah ngangkat dia. Aku lagi nonton film berjudul Home waktu tetanggaku tiba-tiba dateng dan nyuruh aku untuk cepet-cepet mandi, terus ke rumah sakit. Aku nanya, "Ada apa, Mbak?" "Gak tahu. Coba aja ke sana. Kayaknya Eyang-mu ada apa-apa." I was so panic. Aku mandi secepet yang aku bisa, terus berangkat ke rumah sakit bareng budeku naik motor. Beberapa hari sebelum itu, aku latihan basket. Makanya kakiku kerasa sakit.  But I

Waktunya untuk Pulang

Namanya Indy. Dia bidadari dalam balutan seragam pramugari. Terbang setiap hari, melintasi awan dan melesat di antara bintang-bintang. Dia cinta terbang. Cita-cita keduanya adalah tinggal di lapisan tropopause (tempat pesawat biasa melaju). Seandainya maskapai penerbangan tak kasihan, mungkin mereka akan membiarkan Indy bekerja sebagai pramugari siaga 24/7. Indy sendiri malah akan senang (bahkan mungkin tanpa digaji) karena ia benar-benar cinta. Langit telah merebut hatinya. Jiwanya. Pikirannya. Dan, mungkin karena terlalu lama tinggal di langit, ia sampai melupakan bumi.  . Tak hanya terbang di langit, ia juga suka mengudarakan pikiran serta keinginannya. Terutama masalah pilihan hati.  Berkali-kali ia bertemu dengan lelaki, berkali-kali pula ia jatuh hati. Pada pilot, manager bandara, hingga teknisi pesawat (ya, profesi mereka selalu berkaitan dengan 'terbang'). Ia ajak terbang sosok yang ia impikan itu ke langit tertinggi.  Namun sayangnya, sosok itulah ya

Sebuah Tragedi

Postingan ini ditulis di atas kereta Lodaya Malam (Solo - Bandung). Sendirian.  Packing adalah kegiatan  nyepak-nyepak i (bahasanya gaul banget) barang seperti baju dan alat mandi sebelum kita pergi, traveling , dll ke dalam koper atau tas. Packing adalah kegiatan yang menurut banyak orang  seru banget, tapi buat aku, sumpah malesi tenan.  Tiap kali packing , aku hanya ngambil baju seadanya. Pokoknya yang ada di lipatan teratas lemari, langsung kulempar ke dalam tas tanpa dilipet lebih dulu. Percaya atau enggak, pas kemah ke Kemuning setahun yang lalu, aku cuma bawa tas ransel satu dan ember (itu pun karena disuruh). Temen-temenku, yang kayak bawa seisi rumahnya, langsung pada heboh.  "RAN, SERIUS KAMU CUMA BAWA ITU?"  "RAN, KAMU BAWA BAJU BERAPA?!"  Dan lain-lain. Pft.  . Aku juga punya satu sifat 'mematikan': Cenderung menyepelekan barang-barang lain tiap packing . Makanya, aku selalu ketinggalan sesuatu .  Waktu kelas

Tentang Pangeran Berkuda Putih

Dari lahir sampai tua nanti, kita tetaplah kita.  A tetap A.  B tetap B.  Rani tetap Rani.  Nama di kartu pengenal kita tetap sama. Wajah kita tetap sama (paling yang berubah cuma raut dan kulitnya aja) (kecuali operasi plastik atau sulam-sulaman anggota wajah, ya). Personality juga tetap sama. Kalaupun beda, bedanya pasti gak jauh-jauh banget dari sifat dan sikap sebelumnya.  Tapi ada satu hal yang mungkin selalu berubah: mind-set .  Yeah.  Pikiran dan point of view kita dalam memandang sesuatu pasti selalu berubah drastis, dipengaruhi oleh di mana kita bergaul dan bersama siapa.  . My parents raised me with many Princess stories , such as Cinderella, Snow White and the Seven Dwarfs, Beauty and the Beast, etc . Nah, karena keseringan nonton pangeran-pangeran fiksi, waktu kecil, aku percaya kalau cowok-cowok seperti pangerannya Cinderella-lah yang harus jadi 'panutan'.  Pokoknya, kalau cowok gak pakai jas, mukanya gak bersih mengilap, dan gak n