Bab 19 Novel "Inikah Rasanya Cinta"

Contoh Novel
Inikah Rasanya Cinta


Penulis            : Narani Widodo
Penerbit          : Media Pressindo
Tahun terbit    : 2014

xoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
xoxoxoxoxoxoxoxox
xoxoxoxox

Bab 19 (Mengingat Janji)

Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Raka menjadi ruwet. Ia pusing. Demamnya yang belum terlalu sembuh itu walaupun akhir-akhir ini sudah membaik mulai datang lagi, membuat kepalanya berdenyut sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi pada apa pun.

Walaupun sudah berapa kali berusaha memasukkan rumus-rumus njelimet Fisika ke dalam otaknya, Raka tidak bisa. Terus begitu sampai akhirnya ia menyerah, dan memutuskan untuk tidur di dalam kelas Pak Aryo. Ia baru bangun ketika bel berbunyi, dan itu pun karena dibangunkan oleh Siska.

Mungkin Mbok Inah benar. Raka selalu membawa masalah yang ia pikirkan ke mana pun ia pergi, menyimpannya dalam kepalanya saja, sehingga membuat kesehatannya ikut down.

Seraya menghampiri motornya yang terparkir, Raka mengerjapkan matanya. Entah kenapa ia tidak bisa melihat apa pun selain gelap, saking pusingnya.

Ia berdiri diam sebentar sambil sedikit menunduk, berusaha menjernihkan pandangan dan pikirannya.

Tiba-tiba, dari belakangnya, terdengar suara.

”Raka?”

Suara itu tidak asing lagi di telinga Raka. Sambil berbalik dan berusaha menahan pusing, Raka bertanya, ”Hm? Apa… Shil?”

Shilla menunduk. ”Gue… salah apa?”

Lagi-lagi itu.

Raka mengambil napas panjang. ”Cari sendiri.”

”Gue nggak tahu,” ujar Shilla. ”Satu hari gue berusaha mikirin apa salah gue ke lo sampai lo harus ngejauhin tim JMS, tapi gue nggak dapet apa-apa. Yang gue lakuin apa? Semuanya normal aja.”

Normal? batin Raka kesal.

”Beneran, Rak,” kata Shilla lagi. ”Gue…”

Selanjutnya kata-kata Shilla tidak bisa ia dengarkan lagi karena pusing. Sambil berusaha mencari satu tiang untuk bersandar dengan pandangannya yang menghitam, ia berujar, ”Entar, entar…”

”Karena…” Shilla langsung menghentikan kalimatnya. Sambil mengernyit, ia bertanya, ”Lo… kenapa?”

Raka menggeleng. Sambil bersandar, ia menjawab, ”Nggak apa-apa.”

”Muka lo pucet.”

”Gue nggak apa-apa.”

Tangan Shilla berusaha menyentuh pipi dan kening Raka, untuk mengecek suhu badan sahabatnya itu. ”Coba gue periksa, jangan-jangan lo masih sakit—”

Ketika jemari Shilla menyentuh pipinya, Raka otomatis mengelak. Ia bergeser sedikit dan menghalau tangan Shilla. ”Udah! Gue nggak apa-apa!”

Shilla mendengus kesal. ”Fine! Lo nggak apa-apa! Karena lo nggak sakit, sekarang gue akan berusaha nyelesain masalah kita! Gue salah apa sampai lo—”

”Masalah?” potong Raka. ”Masalah apa? Kita nggak punya masalah!”

”Punya!”

”Enggak!”

”Punya!”

”Enggak!”

Shilla mengatur napasnya, berusaha sabar, sementara Raka berusaha menghilangkan pusingnya. Lalu Shilla berkata, ”Jujur. Gue pernah punya salah apa sama lo?”

”Nggak ada.”

”Pasti ada.”

”Nggak ada, Shilla! Gue udah bilang!”

”Pasti—” Shilla masih bersikeras dengan pendapatnya. Tapi Raka langsung memotong pembicaraannya dan pergi. Cowok berambut jabrik ini tidak kuat lagi menahan pusingnya yang bertambah karena emosi.

”Gue pergi dulu!” ujar Raka. ”Gue mau pulang!”

Shilla berusaha menyamai langkah cepat Raka. Sambil menahan lengan Raka, yang sebenarnya tidak bisa menahan apa pun, ia bertanya, ”Jangan pulang dulu! Gue belum selesai—”

Tiba-tiba Raka berhenti. Bukan. Bukan karena permintaan Shilla. Ia berhenti karena lagi-lagi pandangannya menghitam.

Sialan, batin Raka sambil memijat pelipisnya. Cepet sembuh… gue mau pulang!

Please, Rak,” ujar Shilla. ”Gue minta baik-baik, karena gue nggak mau kehilangan JMS! Gue nggak mau kita jauhan! Kalau lo mau keluar,  oke, gue hargain. Tapi tolong jelasin apa salah gue… supaya gue bisa sadar dan kita bisa temenan lagi!”

Raka mengambil napas panjang. Sambil berbalik dengan susah-payah menahan pusing dan mual, ia membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu. Walaupun tidak menatap mata Shilla sama sekali karena yang ia lihat hanyalah hitam, hitam, dan hitam. Ia juga tidak mendengar kalimat Shilla sebelumnya karena telinganya tiba-tiba berdenging—entah kenapa. ”Shil, lo nggak punya salah—”

Bruk! Ucapannya langsung berhenti.

”Raka!” seru Shilla kaget.

Raka jatuh. Pingsan.

Selesai
Yang bener-bener selesai ;;)

Sebenarnya apa sih yang terjadi sampai Raka bener-bener marah dan Shilla harus susah-payah minta maaf—dan Raka gak maafin? Padahal, mereka kan ogah saling minta maaf!

Lha? Kenapa Raka mau keluar dari tim JMS?

Berhasil gak sih, Shilla nyomblangin Adit dengan Ocha?

Find the answers! Hanya di ”Inikah Rasanya Cinta”, novel by Narani Widodo (Media Pressindo, 2014). Sudah ada di beberapa toko buku Gramedia (kalau belum, mungkin masih proses distribusi :p )

The real author’s notes:

Sekedar catatan, novel ini pertama kutulis 3 tahun yang lalu (waktu aku (mungkin) masih terlalu kecil) dan butuh waktu 2 tahun untuk menyelesaikannya (sebenernya cuma 1-2 bulan, tapi sering ditunda karena tugas sekolah). Karena bab-bab di dalam novel ini ditulis di rentang waktu yang jauh, wajar dong ya kalau gaya bahasanya beda hihi ^^ mungkin (kalau aku nerbitin novel lagi) gaya bahasanya gak jauh beda dari bab-bab terakhir novel ini.


Tapi kayaknya malah beda banget deh -_-

Comments

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"