#WanderingAround - 1st: Bremen!

Note: Beda sama postingan di serial Minggu-Minggu Jerman, postingan kali ini pakai bahasa yang lebih formal dan sopan.

Town Musicians of Bremen statue, ikon kota Bremen

A) Alasan

Dari banyaknya kota wisata di Jerman, kenapa saya pilih Bremen?

Sebenarnya saya udah ngerencanain one day trip ke Wina (Austria) beberapa hari lagi. Tapi karena teman saya mendadak nggak bisa (dan saya nggak dapat izin untuk pergi sendirian), akhirnya terpaksa nyari kota lain yang bisa didatengin secara 'mendadak' tanpa persiapan apa pun. Just information, saya punya niat untuk pergi ke Bremen tanggal 27 malam, besok paginya (tanggal 28) saya langsung pergi.

Balik ke pertanyaan awal. Kenapa saya pilih Bremen?

Alasan pertama, saya pilih Bremen karena letaknya lumayan dekat dengan kota tempat saya tinggal (Lüneburg). Jadi, kalau pergi secara mendadak, tiket keretanya juga nggak terlalu mahal. Hehe.

Alasan kedua, empat bulan lalu (waktu masih tinggal di Indonesia), saya janji ke Frau Intan (guru Bahasa Jerman saya) kalau saya bakal ke Bremen suatu hari nanti--and yeah, I think this is the right time to fulfil that promise. 

.

B) Persiapan

Persiapannya nggak banyak, sih. Cuma:
  • Ngecek harga ticket secara online. Karena saya pengin pergi menggunakan kereta, akhirnya saya ngecek harga tiketnya lewat situs www.bahn.de (situs kereta api Jerman). Untuk alternatif kendaraan lain (bis, dll), kalian bisa cek www.goeuro.com. Saya ngerekomendasiin pakai Go Euro, sih, soalnya situs Deutsche Bahn itu full bahasa Jerman dan agak rumit (untuk ngecek kereta, bisa juga lewat Go Euro).
  • Nyiapin kamera (jangan lupa di-charge).
  • Minjem tripod. Ini penting, soalnya saya pergi sendirian (nggak ada yang fotoin). Hehe.
  • Nyiapin power bank dan uang secukupnya. Oh iya, kalau bisa, uangnya jangan cuma disimpan di satu tempat, tapi dibagi-bagi. Contohnya, 20 euro di dompet, 50 euro di tas, 10 euro di kaus kaki (hehe). Tingkat kriminalitas di Jerman nggak tinggi, tapi nggak adalah salahnya, kan, waspada?
  • Bawa camilan. Saya sih bawa Milka.
.

C) PERGI!

Pagi-pagi, sebelum matahari terbit, saya naik bis ke Lüneburg Hauptbahnhof (stasiun kereta), lalu beli tiket pulang-pergi Lüneburg - Bremen. Just info, di setiap stasiun kereta api di Jerman selalu ada dua tempat untuk beli tiket: (1) mesin automatis, dan (2) loket (sama seperti di Indonesia, sih).

Saya beli tiket di loket karena lebih gampang. Lagipula lumayan, dapat 'Guten Morgen' dari penjaga loket (duh, jadi kangen mas-mas Indomaret).

Maaf, maaf. Lanjut.

Ini itinerary perjalanan saya:
  • Pergi
    • Lüneburg - Hamburg Harburg (semacam transit)
    • Hamburg Harburg - Bremen
Bisa dilihat, saya cuma dapat waktu delapan menit untuk transit. Tadinya saya agak deg-degan, sih, takut ketinggalan kereta selanjutnya atau kesulitan nyari Gleis (jalur kereta). Belum lagi kalau ada Verspätung (delay). Tapi untungnya semua lancar. 

Lagipula stasiun Hamburg Harburg itu stasiun yang kecil (beda sama Hamburg Hauptbahnhof (stasiun utama Hamburg), jadi gampang dan cepat untuk urusan pindah jalur kereta.

.

D) Sekilas tentang Kereta di Jerman (bagi yang merasa ini nggak penting, monggo di-skip).

  • Kereta di Jerman, seperti yang semua orang duga, bagus banget. Apalagi masalah ketepatan waktu. Kalau di tiket tertulis berangkat jam tiga, ya berangkat jam tiga (kalau pun ada delay, pengumumannya disampaikan sejelas mungkin. Yang nggak bisa bahasa Jerman pasti tetap tahu kalau ada delay).
  • Setiap kereta di Jerman punya dua 'kelas' gerbong: first class dan second class. Perbedaannya jelas, gerbong first class lebih nyaman dan lebih mahal. Kalau saya, sih, lebih prefer gerbong second class. Lebih murah dan nggak kalah nyaman. Oh iya, darimana kita tahu gerbong mana yang second class dan gerbong mana yang first class? Jawabannya, ada tulisan '1' atau '2' di dekat pintu masuk gerbong.
  • Biasanya, kalau beli tiket kereta, kita nggak akan dapat nomor bangku. Saya masih nggak ngerti masalah ini, sih, tapi setelah nanya ke host sister, katanya boleh duduk di bangku mana aja. Terserah. Kalau disuruh pindah, ya tinggal pindah (hehe, host sister saya lucu, ya).
  • Beberapa kereta di Jerman itu bertingkat dua, jadi bisa pilih pengin duduk di tingkat atas atau tingkat bawah. Saya selalu duduk di tingkat atas, sih, jadi pemandangannya lebih 'kelihatan'.
.

E) BREMEN!

Setelah nyaris dua jam duduk di kereta... akhirnya saya sampai juga di Bremen Hauptbahnhof! 

Begitu turun dari kereta (jalur delapan), saya langsung keluar lewat pintu utama stasiun. Stasiunnya lumayan luas, tapi nggak perlu khawatir. Ada banyak plang yang keterangannya jelas. Kalian tinggal ngikutin plang dengan tulisan 'Ausgang' (pintu keluar) dan 'to the City'.


Ini pintu utama stasiunnya. 

Di samping kanan stasiun ini (kalau di foto, sih, samping kiri), ada übersee Museum. Di belakang übersee Museum, ada Cinemaxx (bioskop). 

Saya nggak ngunjungin übersee Museum karena saya pengin ke Kunsthalle Bremen (nanti saya bahas). Tadinya saya juga pengin nonton film 'Sing' atau 'Fantastics Beats and Where to Find Them' di bioskop, tapi takut kehabisan banyak waktu.

Lanjut.

Setelah keluar dari stasiun... saya bingung. Google Maps saya error, dan saya sama sekali nggak tahu pengin jalan ke mana. Pengin ngunjungin tourist information di dalam stasiun, sih, tapi saya males. Udah telanjur keluar stasiun, masa balik lagi?

Akhirnya, berbekal kesotoyan, saya jalan lurus ke depan dari stasiun lewat Bahnhofstraße (jalan Bahnhof). Eh, untungnya, saya ketemu banyak plang yang menunjukkan arah Marktplatz, Frauen Kirche, dan obyek-obyek wisata lain. Jadi gampang, deh!

Setelah lima menit berjalan kaki, akhirnya saya sampai di tujuan pertama: Sögesstraße! 


 Penanda kalau kita udah mulai masuk wilayah Sögesstraße

Sögesstraße adalah tempat yang paling tepat untuk 'belanja'. Ratusan merk-merk ternama ngebuka toko di sini. 

Buat saya, Sögesstraße nggak terlalu spesial, sih, soalnya mirip dengan Lüneburg (kalau boleh jujur, menurut saya, jauh lebih indah Lüneburg, malah).



Setelah berjalan lurus tanpa berhenti di toko mana pun (butuh waktu kira-kira lima menit), akhirnya saya ngelihat sebuah plang bertuliskan 'Marktplatz' dengan tanda panah ke kiri. Saya pun belok kiri, dan... langsung sampai. 

Iya, secepat itu. 




Masih di area Marktplatz, ada sebuah patung yang juga merupakan ikon kota Bremen. Namanya patung Roland. Oh iya, menurut mitos, kalau kalian ngusap-ngusap kaki patung Roland, kalian bakalan kembali ke Bremen lagi. 

Saya nggak ngusap, sih. Males.

Selfie. Terlalu malas pasang tripod, terlalu takut minta orang lain untuk ngefotoin (pagi-pagi, masih agak sepi).

Oh iya, saya sempat didatengin sama salah seorang penduduk di sana. Dia ngomong pakai bahasa Inggris, minta tolong supaya dikasih uang 50 sen. Karena saya males ngambil dompet di dalam tas (dan sebenarnya saya nggak mau ngasih), akhirnya saya pura-pura nggak bisa ngomong bahasa Inggris maupun Jerman (trik ini selalu saya pakai setiap ada yang ngajak ngomong, tapi saya males nanggepin).

Lanjut.

Setelah itu, saya foto di depan Balai Kota dan St. Petri Doms.

Balai Kota

St. Petri Doms

Tadinya saya nggak tahu kalau kita boleh masuk ke dalam St. Petri Doms, tapi begitu ngelihat satu keluarga (satu bapak, dua anak) masuk ke dalamnya, saya ngekor di belakang. Untung nggak dikira istri sama orang lain (bercanda atuh, serius teuing).






Terus saya duduk-duduk di dalam St. Petri Doms. It was my first time entering a church, actually. 

Lanjut.

Terus... berhubung saya lapar dan lagi pengin chicken burger, akhirnya saya ke McDonald's. Sebenarnya saya pernah baca ada restoran Surabaya di Bremen, tapi saya nggak tahu letaknya  di mana (Google Maps masih error). Lagipula harganya lumayan mahal. Saya pernah baca kalau seporsi sate harganya sepuluh euro (1 euro: 14.700). 

Kalau uang sepuluh euro dibelikan chicken burger, bisa dapat tujuh atau delapan tangkup, tuh.

Setelah dari McDonald's, saya nyari Town Musicians of Bremen Statue, ikon kota Bremen yang fotonya saya pos paling pertama tadi. Patung ini terdiri dari empat binatang (keledai, anjing, kucing, ayam jago). Menurut cerita rakyat setempat, empat binatang ini pernah bersama-sama ngalahin perampok kota Bremen.

Nah. Untuk nyari patung ini, saya butuh waktu setengah jam lebih keliling-keliling. Bukan karena jauh, tapi karena saya nggak tahu tempatnya. Dan akhirnya, setelah sempat blusukan, saya nemuin patung ini di samping Balai Kota (gedung yang udah saya datangi sebelumnya). Kesel, kan.


Oh iya. Menurut mitos, kalau kita megang moncong (atau kaki)-nya keledai patung ini, maka kita bakal kembali ke Bremen suatu hari nanti.


Saya juga megang, dong.

Setelah puas jalan-jalan ke seluruh Altstadt (kota tua Bremen), akhirnya saya coba ngikutin plang yang menuju Kunsthalle (dalam bahasa Jerman, kunst artinya seni, halle artinya townhall). Kebetulan, di sana, lagi ada pameran lukisan Max Liebermann.

Saya nggak ngerti seni, sih (cuma suka aja). Tapi karena penasaran, akhirnya saya mutusin untuk beli tiketnya. Harganya bermacam-macam, sih. Untuk anak-anak di bawah lima tahun gratis, untuk orang dewasa 13 euro, untuk paket keluarga 26 euro. Saya beli yang 13 euro.


Saya sempat motret beberapa lukisan yang saya juga nggak ngerti.




Setelah keluar dari Max Liebermann, saya masuk ke galeri lain karya pelukis lain. Ada satu galeri yang menurut saya paling menarik: galeri tentang World War I. Lukisan-lukisannya bikin merinding! Apalagi waktu itu saya sendirian, suasanya remang-remang, ada musik misterius, dan ada pemutaran film tentang WWI.





Lanjut.

Setelah keluar dari Kunsthalle, saya jalan-jalan di taman kota yang letaknya tepat di depan Kunsthalle dan dekat Am Wall (salah satu obyek belanja juga). Saya jalan di tepi danau dan sempat ngambil beberapa foto pakai tripod. 


Di ujung jalan, saya ketemu sama kincir angin yang cantik banget (nggak tahu kincir angin beneran atau cuma dekorasi). Di sekelilingnya banyak burung-burung merpati putih (kalau nggak salah). Uh, berasa lagi di Belanda! Nih, saya pos foto-fotonya.


Males pasang tripod

Setelah itu... udah. Saya makan lagi di McDonald's depan Bremen Hauptbahnhof (pengin cheese burger tapi takut pakai daging babi, akhirnya pesan chicken burger lagi), terus balik ke stasiun dan duduk-duduk istirahat di sana. Well, akhirnya saya kembali lagi ke Altstadt, sih, soalnya kereta saya berangkat jam setengah lima, padahal waktu itu masih jam dua.

 Muka udah kusem banget

Udah hits belum?

Dan... selesai!

F) PULANG!

Dengan kaki yang luar biasa pegal (saya orang rumahan, nggak biasa jalan-jalan), akhirnya saya pulang naik kereta dari Bremen Hauptbahnhof menuju Lüneburg Hauptbahnhof. Ini itinerary-nya:
  • Pulang
    • Bremen - Hamburg Harburg 
    • Hamburg Harburg - Lüneburg
Perjalanan pulang memakan waktu lebih lama dari perjalanan pergi karena keretanya 'mampir' di lebih banyak stasiun. Rasanya juga lebih ngebosenin, karena saya nggak bisa ngapa-ngapain. Saya nggak bawa headseat untuk dengerin lagu. Handphone juga nggak dapat sinyal internet. Di luar juga udah gelap, jadi nggak ada pemandangan. 

Pas transit di Hamburg Harburg, angin kenceng banget. Dingin! Mana keretanya delay lima menit, lagi (lima menit rasanya kayak sejam).

Tapi untungnya semua lancar.

Comments

  1. Enjoy bgt di Jerman. Bisa jadi guide pribadi buat keluarga nanti tuh....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"