What We Did in Our Childhood

Beberapa hari yang lalu, temen-temenku pada ngeluh.

Asti     : Argh PR-nya banyak banget! Mana tiga hari lagi ulangan Biologi!
Vira    : Ho oh.
Aku    : Makanya, 10 tahun lagi, dukung aku jadi Menteri Pendidikan.
Hestu : Kalau Rani jadi Menteri Pendidikan, sekolah cuma 3 hari seminggu. Itupun masuk jam 8 pagi dan pulang jam 10 pagi. Pelajarannya yo ra cetho (pelajarannya juga nggak jelas).
Aku    : Tapi kan efektif. Daripada sekolah jam setengah tujuh pagi dan pulang jam 1 siang tapi gak ada yang nyantol di otak, mending caraku. Jam segitu kan, otak fresh. Apa pun yang diajarin, insya Allah nyantol. 
Vira   : Kayak anak TK ya, Ran?
Aku    : Bener. 
Vira   : Ya udah. Nanti kalau aku udah punya anak, anakku kusekolahin TK terus. Kalau udah lulus, masuk TK lagi. Lulus lagi, masuk TK lagi. Nanti, kalau udah lulus berkali-kali, aku ngomong, "Wis. Nikah o wae, Nduk."

Edan.

.

Masa-masa TK emang masa yang (kayaknya) paling enak, sih. Walaupun belum tahu apa-apa, hidup itu rasanya santai, 'mengalir', dan bebas banget.

Waktu TK, aku pernah berantem sampai pukul-pukulan. Sumpah. Aku pernah ninju temenku yang nyebelin banget sampai dia mimisan. Tapi gak apa-apa, kan aku masih TK.

Aku juga pernah berak celana dan ngompol di kasur. Tapi gak apa-apa, kan aku masih TK.

Aku pernah nangis meraung-raung (halah) di Mall karena minta boneka Teletubbies lengkap (Tingky Wingky (tulisannya gimana sih), Dipsy, Lala, dan Pooh), tapi Mall-nya gak punya Lala. Gak apa-apa, kan aku masih TK.

Aku pernah mandi telanjang di bawah selang sambil nyanyi-nyanyi. Urat malu udah putus, tapi gak apa-apa. Kan aku masih TK.

Wow. Dulu aku 'ancur' banget, ya.

.

Pelajaran TK itu gampang banget, men. Cuma mewarnai, meronce, menebalkan titik-titik, membaca, dan berhitung (dan yang dihitung itu bener-bener angka, bukan sin cos tan atau huruf-huruf x, y, z kayak di SMA).

Ke sekolah gak bawa apa-apa juga boleh. Dulu, aku gak pernah bawa pensil (beneran deh). Temenku sampai jengkel karena aku minjem pensil terus.

PR ada nggak? Nggak. Paling mewarnai. Gak dikerjain ya gak apa-apa kok.

.

Dan masa TK adalah salah satu masa emas karena sel-sel di otak sedang berkembang pesat. Hal itu dibuktikan dengan tingkat curiosty murid-murid TK yang tinggi. Mereka sering nanya "ini apa? Itu apa?" berkali-kali dan diulang-ulang sampai orang yang ditanyain mau mati aja.

Kalau nggak nanya, mereka bereksperimen.

Beberapa tahun yang lalu, adikku penasaran sama stop kontak listrik, tapi dia nggak nanya ke orang-tuaku tentang apa benda yang mirip lubang hidung itu. Dia lebih memilih untuk nyentuh langsung.
Hasilnya? Well, akhirnya, dia emang tahu apa itu stop kontak, tapi dia juga kesetrum. YA IYALAH.

Gak cuma adikku. Aku juga pernah, kok.
Waktu itu, aku penasaran banget dengan orang-orang di dalam televisi. Kok mereka bisa masuk ke sana, ya? Kok mereka bisa mengecil, sih? Kok mereka jadi cantik banget dan terkenal? Aku kan juga mau!

Berbekal kesotoyan yang luar biasa, aku pun ngebuka semacam plastik yang melapisi layar televisi.
Kukira, kalau plastik itu dibuka, aku bakal bisa nembus televisi dan tampil di sana, terus jadi cantik dan terkenal, deh.

Tapi, baru ngebuka seperempat, mama muncul dan teriak, "YA TUHAN, PLASTIKNYA JANGAN DIKELOPEK! RANI MAU NGAPAIN?!"

"Mau masuk televisi, Ma."

Mungkin mamaku ngomong dalam hati, "Aku salah apa sih sampai punya anak kayak gini?" 

.
.

Enak banget, ya! Rasanya pengin banget kembali ke TK lagi. 
Tapi ya udahlah, masa-nya udah habis. Sekarang udah waktunya aku (dan temen-temen) untuk berkutat dengan PR-PR annoying seperti PR-nya Pak Nardi dan Pak Budi (greget banget nih, gak nyensor nama). 
Harus tetap semangat dan bikin masa-masa SMA ini pantas untuk diinget suatu hari nanti (halah). 

Comments

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"