Minggu Keempat Puluh Satu di Jerman (AFS Indonesia - Jerman 2016/2017)

Caution: Postingan ini pendek banget!



Song of the Week: 
Strangers in the Night dari Frank Sinatra. 

Strangers in the night
Two lonely people, we were strangers in the night
Up to the moment when we said our first hello, little did we know
Love was just a glance away, a warm embracing dance away 
Movie of the Week:
Gelar movie of the week minggu ini jatuh para sebuah film yang aku tonton bareng temen. Judulnya nggak tahu apa, soalnya aku nonton pakai bahasa Jerman dan judulnya (dalam bahasa Jerman juga) lumayan panjang, jadi aku lupa. Berfaedah, emang.

.

Minggu ini nggak ngapa-ngapain. Serius. 

Sempat jalan-jalan ke Ostsee, sih, bareng host family (lebih tepatnya, ke Travemünde). Dalam bahasa Jerman, Ost artinya east, sementara See artinya danau. Tapi, sebenarnya, Ostsee adalah pantai yang terletak di utara Jerman. Dekat Lübeck kalau nggak salah. Kenapa dinamain Ostsee? Jangan tanya.

Kami ngehabisin seharian di sini. Awalnya aku ngerasa kurang nyaman, soalnya berangin banget! Dingin! Apalagi begitu iseng masukin mainan air laut, beuh. Tapi begitu keluar dari air, justru jadi lebih hangat. Hore!


 Anggun banget, deh, host mother-ku.

Itu gingsul nggak mau sembunyi.... 

 Ceritanya, aku salah kostum. Tadinya aku sengaja pake rok fluffy yang mengembang gitu, karena pengin foto ala-ala Selebgram. Tapi karena berangin, rok itu malah selalu kesingkap. Jadinya host sister-ku nahan rokku pakai kakinya.

Nyantai, Neng?

Setelah ngehabisin waktu di pantai, kami langsung makan siang (sekaligus makan malam) di restauran dekat pantai. Bukan seafood, tapi pasta. Baelah, yang penting kenyang. 

Nah. Ada cerita menarik. 

Waktu kami lagi makan, seseorang berbaju aneh tiba-tiba ngehampirin restauran. Dia ngomong sesuatu, terus keliling-keliling, semacam minta sumbangan. Kukira dia cuma pengamen, tapi ternyata dia adalah Handwerker (semacam pekerja bangunan) yang sedang ngejalanin tradisi menarik (maaf, aku lupa namanya)!

Jadi, di Jerman, ada tradisi yang udah kuno banget. Tradisi itu adalah: Handwerker, alias pekerja bangunan, harus keliling-keliling Jerman untuk mencari pengalaman selama minimal tiga tahun lebih sehari (kenapa lebih sehari? Jangan tanya). Dalam masa itu, mereka nggak boleh ketemu keluarga dan nggak boleh mampir ke kota asal mereka. Mereka juga nggak boleh minta duit, kecuali ada yang nyumbang. Kalau mereka kerja, mereka nggak boleh dibayar pakai duit juga, melainkan pakai tempat tinggal sementara, baju, atau makanan. 

Menarik, ya?

Lanjut.

Setelah makan di restauran, kami langsung pulang ke Lüneburg naik kereta. Aku tepar banget. Kereta belum jalan aja, aku udah tidur. 

Aku baru bangun tiga menit sebelum kereta mencapai Lüneburg, itu pun karena dibangunin host sister-ku, "Rani, sebentar lagi kita sampai di Lüneburg."

Aku melongo dengan mata sepet. Perjalanan dari Lüneburg menuju Travemünde kan memakan waktu dua jam... kok ini udah sampai? Cepat banget? Perasaan... kita baru aja berangkat.... "Was? Wie bitte?" (Apa?!)

Host mother-ku geleng-geleng kepala sambil senyum. "Linglung ya kamu?"

"Ta-tapi... t-tapi...."

.....CEPET BANGET!

Singkat cerita, aku dan host family turun dari kereta, terus langsung jalan kaki menuju parkiran mobil. Parkiran itu letaknya cukup jauh, sekitar lima ratus meter. Kami nggak parkir di parkiran Bahnhof (stasiun kereta) karena nggak dapat tempat.

Selama perjalanan, aku ngantuk banget. Sumpah, nggak fokus. Ditanya A, jawabnya asdfghkl. Diajak ngomong juga nggak nyambung. 

NAH.

Tiba-tiba, setelah empat ratus meter jalan, KAMI KETEMU LINUS! Dia jalan berlawanan arah dengan kami (jadi kami kayak ketemu di tengah-tengah gitu)!

Aku masih linglung, tapi sempat ngomong gini ke host family-ku, "Mein Gott. Er ist Linus!" (Ya Gusti, itu Linus!).

Host sister-ku, yang udah tahu cerita lengkapku sama Linus, senyum-senyum. Tinggal host mother-ku yang bingung. "Wer ist Linus?" (Linus itu siapa?).

"Ein Flüchtling." (Pengungsi)

"Woher kennst du ihn?" (Kenal darimana?)

"Finke." (Finke ini nama cafe tempat komunitas pengungsi-pengungsi negara perang sering kumpul).

Host sister-ku nimpalin, "Du warst gestern mit ihm in Hamburg, oder?" (Kemarin kamu jalan-jalan ke Hamburg bareng dia, kan?)

Host mother-ku kaget, "Was?" (Apa?)

Sampai sini, aku pengin ngegelitikin host sister-ku. Gak usah disebar-sebar juga, kali... sekarang, ekspektasi sekaligus penilaian host mother-ku jadi tinggi banget, kan.... "Hmm...."

Sementara kami dan Linus mendekat, aku bingung banget harus ngapain. Pikiranku masih belum sepenuhnya jalan, efek dari tidur di kereta. Di sisi lain, aku deg-degan juga. Duh, gimana ini? Kudu nyetop Linus, terus ngenalin ke host-family? 

Dan akhirnya... pas kami papasan...

Linus nyapa, tapi sambil tetap jalan, "Hallo."

Aku senyum doang, nggak sanggup ngomong. Sementara itu, host sister-ku ngebalas halo-nya Linus sambil ngelirik aku. 

Setelah itu, host mother-ku nanya, "Kok nggak ngenalin?"

Aku, dengan lutut lemes, ngejawab, "Sorry, masih ngantuk."

Host sister-ku ketawa. "Nggak nyambung."

.

Apa lagi, ya?

NGGAK TAHU, AH! MINGGU DEPAN AKU PULANG, ARGH! PERASAANKU CAMPUR ADUK BANGET! PENGIN NULIS BLOG, TAPI NGGAK MOOD! BISA DIPAKSA, SIH, TAPI KALAU NULIS, AKU PENGINNYA PAKAI HATI! (emang masih punya? Bukannya udah dipatahin doi?) (Ran, tolong, berhenti).

Jadi udah.

Dadah.

Comments

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"