Minggu Ketigapuluhtiga dan Ketigapuluhempat di Jerman (AFS Indonesia - Jerman 2016/2017)

Prolog: 

Setelah berbulan-bulan ikut seleksi AFS, akhirnya aku berangkat juga ke salah satu negara di Eropa yang terkenal karena automotif, bahasanya yang lumayan rumit secara gramatik, dan film Habibie - Ainun: JERMAN! 

Grundsätzlich, serial Minggu-Minggu di Jerman ini cuma cerita tentang pengalaman pribadiku setiap minggu aja, sih. Update-nya setiap hari apa? Nggak tentu. Kalau lagi pengin nulis, ya update. Kalau nggak... tetep update, sih. Tapi digabung sama postingan lainnya.

Makanya follow aja atuh hehe (lah).

Anyway, promosi Wattpad boleh? https://www.wattpad.com/story/103483462-kinan-dan-juni

.
.
.


I won a writing competition by PPI Duisburg-Essen, supported by KJRI Frankfurt! Kalau mau baca, baca dong pleasehttp://mahasiswarantau.com/bola-dunia/

.

Song of the Week: 
Adelaide Sky - Aditya Sofyan

I've been meaning to call you soon 
But we're in different times
You might not be home now  
Would you take a message
I'll try to stay awake
And fight your presence in my head

Film of the Week: 
Goodbye, Lenin. Kocak parah.

Book of the Week:
Anne Frank's Diary

View of the Week: 
Hutan Walkindergarten yang mulai hijau, tapi masih dengan tanah yang ditaburin daun-daun kering sisa musim dingin dan musim gugur. Eksotis banget, gila.

------------------------------------------------------------

Selama dua minggu ini aku ngapain aja, ya?

Aku lagi sibuk-sibuknya ngurus kurcaci-kurcaci kecil di TK (Waldkindergarten), nih. Sebagai syarat naik kelas, aku emang harus ngelakuin praktikum/magang, dan aku milih TK sebagai tempat magangku.

Aku juga lagi sibuk belajar dari alam dan guru-guru TK lainnya. Belajar ngebedain daun yang bisa dimakan, belajar ngebuat gelang dari benang tujuh warna, sampai belajar manjat pohon.



Bisa dibilang, magang di TK ini adalah salah satu highlight exchange year-ku. I literally learned and did a lot. Apalagi, aku ketemu anak-anak kecil yang tingkahnya... hmm... gimana, ya, ngejelasinnya...

.

Hari Kamis (11/05) kemarin, aku sibuk banget di TK. Selain sibuk ngejagain anak-anak, aku juga sibuk bikin proyek eksperimen gunung berapi. Tadinya, sih, pengin pakai mentos yang dicampur cola aja biar gampang, tapi guru TK lain kurang setuju. Akhirnya, aku terpaksa pakai cara lain yang lebih rumit, deh: pakai baking soda, air panas, sabun cuci piring, dan cuka (PS: berhasil, sih, tapi nggak terlalu seru).


Terus, setelah magang hari Kamis selesai, aku pulang naik sepeda dengan badan pegel-pegel dan bau cuka. Pengin mandi, terus tidur siang bentar, ah! 

Eh tapi, pas baru aja sampai rumah, tiba-tiba... 

Ting tong. 

Ada tamu. Siapa, nih? Tumben. 

Karena di rumah lagi nggak ada siapa-siapa selain aku, akhirnya aku ngebukain pintu, deh. 

Sebelumnya, jujur, aku agak heran, sih. Soalnya, di jendela pintu yang letaknya tepat di depan mukaku, aku nggak ngelihat siapa-siapa di balik pintu. Tapi pas dibuka... eh, ada Oscar si kecil (tetanggaku, sekaligus murid di TK). 

"Halo," kata dia sambil senyum. Ada ingus dikit di ujung hidungnya (serius).

"Halo," kataku sambil ngelirik kanan-kiri (cuma ada sepeda mungilnya yang diparkir sembarangan). Dateng sama siapa nih anak? "Bist du hier alleine?" (Kamu sendirian?)

"Ja.

"Ich glaube, wir sehen uns heute Nachmittag?" (Bukannya kita janjiannya nanti (sore), ya?) (sebelumnya, aku udah janji ke mamanya Oscar kalau aku bakal nge-babysit Oscar sore nanti).

"Ja." 

Walaupun kakiku rasanya pegel, aku maksain diri untuk duduk berjongkok supaya mukaku bisa sejajar dengan muka Oscar (ngomong-ngomong, ini cara terbaik untuk komunikasi dengan anak kecil, guys). "Na gut, was möchtest du denn machen?" (Ya udah, kamu pengin ngapain?).

"Ich möchte dir etwas erzählen." (Aku pengin nyeritain kamu sesuatu).

".....hmm....okay. Was, denn?" (Oke. Apaan?).

Kemudian, selama kurang lebih sepuluh menit, aku ngedengerin Oscar cerita tentang hal-hal yang... ABSURD. Beneran absurd. Mulai dari papanya yang harus kerja dari pagi sampai malam, sampai mamanya yang nemuin kepik di dalam sup. 

Buset.

Benar-benar berfaedah.

Dan dia baru mau pulang pas kukasih pisang.

Dan sorenya, pas aku nge-babysit dia, dia minta pisang lagi.

Bener-bener nih anak.

----

Masih hari Kamis (11/05) di TK. 

Pukul sembilan pagi, sebelum sarapan, aku dan anak-anak TK jalan ke hutan. Sementara mereka main kejar-kejaran atau manjat pohon, aku duduk nyandar di salah satu pohon. Cuacanya lagi berawan dan agak berangin, nih, bikin ngantuk! 

Tiba-tiba, dua orang anak perempuan ngedatengin aku. Nama mereka Kiyomi dan Greta. 

"Rani," panggil Kiyomi.

"Hmm?"

"Kalau aku nikah nanti, Greta bakal jadi pembawa bunganya."

EBUSET.

KALAH AKU, DEK.

"...o-oke," kataku, setengah heran sekaligus setengah linglung. Kaget juga langsung 'ditembak' dengan pernyataan kayak gitu. "Mm, mit wem willst du denn heiraten?" (Emangnya pengen nikah sama siapa? (baca: EMANG UDAH PUNYA CALON, DEK?)).

"Max."

EBUSET BENERAN PUNYA.

"............o-oke. Viel Glück." (Oke. Good luck).

--------

Hari Rabu (10/05), aku lagi main di gunungan pasir TK sama Kiyomi (Kiyomi suka banget nempel-nempel, deh), waktu dia tiba-tiba ngelihatin mukaku. Bener-bener ngelihatin, nggak berkedip sama sekali. 

Aku risih, dong. "Was ist los?" (Apa yang salah?).

"Du siehst komisch aus." (Kamu kelihatan aneh).

"Was ist komisch?" (Apanya yang aneh).

Terus dia nunjuk... kumisku.....

:( 

Emang apa salahnya, sih, jadi perempuan kumisan? Kan lucu, kayak Iis Dahlia.... (YE IIS DAHLIA MAH EMANG LUCU, LAH ELU?)

---------

Semenjak hidup di Jerman, hobiku nambah satu: meluk orang!

Aku sukaaaaaaaaaaa banget meluk orang. Hangat luar dalam (cielah). Apalagi kalau anak kecil, uh! Rasanya pengin meluk terus, gak mau lepas!

Nah. Hari Rabu (10/05), aku lagi meluk salah satu anak cowok (namanya Moritz, usia tiga tahun) sambil ngelihatin foto-foto kartun dari HP-ku. Sebenarnya bukan meluk, sih, tapi aku duduk selonjoran di lantai, sementara dia tidur telentang di atas badanku (susah dibayangin, ya? Pokoknya kayak mangku). 

Terus, tiba-tiba, Moritz ngomong, "Rani, nyanyiin lagu yang kemarin, dong."

Hari Selasa (11/05), aku emang sempat nyanyi lagunya Vina Panduwinata yang Burung Camar di depan beberapa anak TK. Bukan karena sok-sokan bisa nyanyi (padahal beneran nggak bisa), tapi karena... lucu aja. Aku suka ngelihat ekspresi anak-anak itu pas ngedengerin lagu bahasa Indonesia. Priceless!

Akhirnya aku nyanyi, deh. 

Burung camar, tinggi melayang
Bersahutan, di balik awan... lalalala.... 

Terus, tiba-tiba... MORITZ NYIUM AKU.

DI BIBIR.

TERUS DI PIPI.


GILE LU RITZ.


He he he sebenarnya biasa aja, sih. Malah aku mungkin yang lebay. Tapi ini emang masalah perbedaan kultur yang sampai sekarang masih bikin aku shock. Buat anak-anak di Jerman, itu normal-normal aja untuk nyium orang yang dekat, bahkan di bibir. But... for me.....

Oh iya, besoknya Moritz bawain aku bunga. Metik dari halaman TK, hehe.



Lucu banget!

---------

Jujur, selama di TK, aku tuh ngerasa kalau aku... bodoh kurang belajar. 

Bukan kurang belajar, sih. Tapi, kurang pengalaman. 

Anak-anak TK sering nanya ke aku, "Rani, boleh nggak aku manjat pohon yang itu? Boleh nggak aku meluncur dari ujung tebing (serius, ada yang pernah nanya ini ke aku) (anak-anak emang bahaya, guys)? Boleh nggak aku jungkir balik ke rasi bintang yang paling manis?"

Wkwk garing.

Biarin, ah. Ngetik jam satu malem, nih. Ngantuk.

Lanjut.

Aku sering jawab 'iya' atau 'nggak', tapi kebanyakan 'nggak tahu'. Soalnya aku emang beneran nggak tahu. Aku pengin ngebolehin, takutnya bahaya. Aku pengin ngelarang, takutnya dikira nahan potensi/kesempatan anak. 

Jadi, terutama pas awal-awal magang, aku takut ngambil tanggung jawab. 

Tapi akhirnya, pada suatu hari, aku iseng ngambil. 

Waktu itu, salah satu murid yang paling kecil, Hannah, ngomong ke aku, "Rani, wollen wir durch den Wald spaziergehen?" (Rani, jalan-jalan keliling hutan, yuk?)

Karena aku kedinginan, akhirnya kuiyain. Berangkat deh kami.

Nah, sebelum benar-benar pergi, kami ketemu dua anak lain yang lagi konsentrasi ngedengerin sesuatu di pinggir hutan: Amelie dan Merle (ngomong-ngomong, Merle itu anak perempuannya guru Politik dan Ekonomi sekaligus pengawas magangku) (jadi nggak ada kesempatan macem-macem).

Aku nanya, "Kalian ngapain?" 

"Kami dengar bunyi babi hutan!"

"....." ngelindur nih anak.... "Oh."

"Kalian mau ke mana, Rani dan Hannah?" tanya Amelie. 

"Jalan-jalan di hutan." 

"IKUT! IKUT! KAMI PENGIN LIAT BABI HUTAN!"

"..........ya udah." 

Klaus, salah satu guru TK lainnya, pernah ngejelasin tentang babi hutan ke aku di awal-awal masa magang. Intinya, babi hutan itu emang ada di hutan dekat TK kami. Banyak, malah. Kadang-kadang, mereka juga suka nyasar ke TK kalau malam. Tapi nggak bahaya, kok. Mereka selalu pergi kalau lihat manusia. 

Tapi itu cuma berlaku untuk seekor babi hutan dewasa. 

Gimana dengan babi hutan betina yang jalan sama anak-anaknya? 

DANGER. Mereka ganas banget! 

Sambil jalan bareng Hannah, Amelie, dan Merle (yang semangat pengin ketemu babi hutan), aku mikir-mikir, kira-kira beneran, nggak, ya, Amelie dan Merle ngedengar bunyi babi hutan? 

Kalau beneran gimana?

Kalau itu babi hutan betina yang sama anak-anaknya gimana?

NAH TERUS, TIBA-TIBA... AKU JUGA DENGER BUNYI! Gak tahu sih babi hutan atau bukan, tapi anggap aja babi hutan! 

Matanya Amelie dan Merle jadi bundar sempurna. "Rani... kamu dengar, nggak?"

Pas mereka noleh ke aku, aku udah mundur jauh. "Ayo, balik."

"...."

"...ayo, balik," kataku. "Cepet."

"........GAK MAU!" kata Merle. "GAK MAU BALIK!"

"KAMI MAU KETEMU BABI HUTAN!" tambah Amelie. "TEMENIN!"

GILE LU NDRO.

PENGIN KETEMU MALAIKAT IZRAIL PAKE MINTA DITEMENIN.

"Kagak! Aku bilang balik, ya balik!" balesku. "Aku takut!"

Sebenarnya, aku nggak takut sama babi hutannya, sih. Kalau aku ketemu babi betina dan anak-anaknya pas aku lagi sendiri, aku udah tahu harus ngapain: manjat pohon. Tapi, kalau aku ketemu kumpulan babi-babi itu pas aku lagi sama anak-anak TK, dyar. 

Merle nanya, "Kenapa kamu takut?"

"Nanti babi hutannya datang!"

"Babi hutan kan lucu!"

Ha... ha... ha... iya lucu banget. Sampai males ketawa. "KAGAK! BALIK! POKOKNYA BALIK! AKU TAKUT!"

Akhirnya kami balik. 

Tapi, setelah sampai di TK, aku jadi bahan hujatan.

"Rani penakut, Rani penakut, Rani penakut..." (ceritanya anak-anak lagi pada nyanyi). 

Siap, adik-adikku. Siap.

-------------

Ah, sedih banget rasanya magangku udah selesai. Apalagi waktu aku ngasih kenang-kenangan (album foto handmade dan keychains) ke mereka, dan waktu Klaus maksa-maksa aku untuk sekali lagi mampir ke TK sebelum balik ke Indonesia. 

Ah.

Ah.


------------------------------------------------------------

Minggu ketigapuluhempat... aku ikut Europa Tour bareng AFS! Selain jalan-jalan, aku juga ngerjain proyek 'jasa foto dari luar negeri', dong. 

-- Sabtu, 13 Mei 2017 --


Hari Sabtu, aku berangkat dari Lüneburg ke Berlin naik kereta. Kami semua emang janjian ketemu di Berlin, dan bahkan bakal nginep semalam di ibukota Jerman itu. 

Jujur, mungkin karena minggu lalu aku udah jalan-jalan, aku jadi nggak mood ikut Europa Tour ini. Males. Pengin di rumah aja, tidur. Tapi karena temenku, Bela (AFS Jerman, peserta Europa Tour juga), semangat, akhirnya ikut excited, deh. Ngomong-ngomong, manusia yang satu itu koplak banget, deh. Belum ketemu aja kami udah saling rusuh.




Terus, begitu sampai di Berlin, aku... laper.

:(

Akhirnya, sebelum nemuin tour guide yang ngejemput di Berlin Hauptbahnhof, aku mampir ke Burger King dulu. Ngidam chicken wings!

Nah. Ada cerita lucu.

Jadi, di Burger King, aku ngantre di barisan yang lumayan ramai dan dilayani oleh Mbak Kasir berwajah Asia. Setelah cukup lama ngantre, aku langsung ngomong ke Mbaknya, "Hallo! Ich hätte gerne KingWings mit--" (Halo, aku pengin mesen chicken wings dengan--).

"Maaf, kita lagi nggak ada chicken wings."

JENG JENG JENG JENG.

Selama beberapa detik, aku melongo. Literally melongo.

MBAKNYA BARU AJA NGOMONG BAHASA INDONESIA!

Habis itu, kami jadi ngomong pakai bahasa Indonesia. Sempat ngobrol dikit, sih, selama nunggu pesananku selesai.

Udah.

Ada cerita lucu lagi!

Jadi, setelah mampir ke Burger King dan ke toilet, aku pergi ngehampirin tour guide yang ngejemput aku. Namanya Nico, orang Finlandia yang keren banget! Dia udah pernah ke separuh dunia, termasuk Indonesia! Dia suka banget, lho, sama Sumatera (padahal aku sendiri belum pernah ke Sumatra).

Waktu aku ketemu Nico, peserta tur lain udah pergi ke hotel. Aku harusnya pergi bareng mereka, tapi karena mampir makan dan ke toilet dulu, jadi ditinggal, deh. Akhirnya aku terpaksa nunggu selama sejam lebih, nunggu jemputan ke hotel. Nanti perginya bareng peserta tur lain yang belum datang.

Nah, tiga puluh menit kemudian, tiba-tiba ada yang teriak dari jauh sambil nunjuk ke aku, "YOU!"

Aku kaget, dong. Akhirnya aku noleh.

Eh, ternyata Kodee (peserta tur yang baru datang juga)! Exchange student dari USA yang selalu se-camp sama aku! Buat yang pernah baca blog-ku sebelumnya, kalian inget nggak, aku pernah nulis tentang game bunuh-bunuhan? Kodee itu anak yang susah banget kubunuh karena dia nggak mau nyanyi.

Aku ikut teriak, dong. Sambil nunjuk dia juga. "YOU!"

Terus, kami lari ke arah satu sama lain... dan akhirnya pelukan di tengah-tengah stasiun. Film India? Kalah.


Serem amat ya si Dipsy.


-- Minggu, 14 Mei 2017 --

Minggu ini nggak terlalu seru, sih. Cuma jalan-jalan aja di Berlin (ke tempat-tempat yang sebelumnya pernah kudatengin bareng host family). Tapi ada satu hal yang sampai sekarang ganggu pikiranku: salah satu #FunFact tentang Hitler.

Nggak mau nulis, ah, Fun Fact-nya apa.

-- Senin, 15 Mei 2017 --

Kami main di... Amsterdam, Belanda!

Ada apa, ya, di sini? Lupa. Pokoknya, aku dan Bela sempat ngebikin satu bis geregetan nunggu gara-gara kami telat enam menit. Terus, kami keliling-keliling kota Amsterdam naik sepeda (24 km, guys) (nggak banyak, sih, tapi buat yang jarang olahraga, lumayan bikin kaki sakit juga).

Aku suka banget sama Amsterdam. Walaupun bukan kota favoritku, tapi tetep aja cantik!

Terus, di akhir hari, kami masuk ke museum Anne Frank! MY FAVORITE SPOT IN AMSTERDAM!

Ngomong-ngomong, weekend minggu lalu, aku main ke Belanda juga. Tapi aku nggak mampir ke museum Anne Frank karena waktunya nggak cukup. Tapi akhirnya kesampaian juga ke sini, bareng temen-temen exchange students, lagi!

Ngomong-ngomong, karena terlalu banyak sepedaan, kakiku kram malamnya (pas tidur). Sakit banget! Tapi karena ngantuk, teriaknya jadi nggak niat. "E... e...." (kok ambigu ya).

Pas kramnya udah mendingan, aku tidur lagi.

Eh besoknya, Bela (yang sekamar sama aku) ngomong, "Ran, kamu kalau tidur serem. Teriak-teriak."

:))


-- Selasa, 16 Mei 2017 --

Kami main di... Brussel, Belgia!

PANAS BANGET, GILA. Setelah tujuh bulan lebih tinggal di Eropa, baru kali ini aku kepanasan. Serasa di Indonesia! Kepalaku sampai cenat-cenut (happens a lot to me when I am too tired) dan aku pengin duduk melulu. Untung aja temen exchange students-ku baik-baik. Mereka mau ngebeliin Belgium Fries waktu aku males jalan. Hehe.

Kami sempat kecele juga, sih. Gini ceritanya:

Jadi, tour guide kami ngasih tantangan untuk foto bareng beberapa spot paling terkenal di Brussel. Salah satunya adalah Manneken Pis (jelas).

Akhirnya, aku, Bela, Haruna (AFS Jepang - Jerman), Anqi (AFS China - Jerman), dan Ziaothou (AFS China - Jerman) nerima tantangan itu. Kami berusaha nyari Manneken Pis, dengan berbekal peta superrumit. Tadinya, kami sempat punya ide untuk pakai Google Maps, tapi lupa kalau kami semua, selama tour, jadi fakir Wifi.

Akhirnya kami berusaha nyari Manneken Pis, deh.

Lama banget.

Kok gak ketemu-ketemu, sih? Perasaan udah sesuai peta, deh?

Eh ternyata... dari tadi, patungnya di belakang kami. TAPI GAK KELIATAN KARENA KEKECILAN.

WKWK.

Tapi, walaupun ukurannya kecil banget, aku tetap ngehargai patung itu, kok. Seni adalah seni (wih bijak)!



-- Rabu, 17 Mei 2017 --

Hari pertama kami di... PARIS!

Ada cerita lucu, sih.

Jadi, di Paris, kami nginep di hotel yang letaknya di Roissy-En-France (dekat dengan bandara Charles de Gaulle). Nama hotelnya adalah Hyatt Regency (classy, kan, ya). Nah, pas makan malam di sana (tiga tahapan, formal), kami para exchange students sempat kelabakan.

Kenapa?

SENDOK, PISAU, DAN GARPUNYA BANYAK BANGET! Table manner!

"Iki piye to?" Bela nanya.

Exchange student lain nimpalin, "Why is it so hard just to eat?"

Untung aja, Kodee yang duduk semeja dengan aku sempat belajar table manner. Kami diajarin, deh!

Lanjut.

Jadi, selama hari pertama di Paris, kami jalan-jalan ke Notre Dame, Louvre (ngelihatin dari luar doang), dan tempat yang jadi alasanku pengin jadi exchange student: Eiffel!



Pemandangan dari atas Eiffel





Jujur, dari pagi, aku deg-degan. Gak tahu kenapa. Buat aku, ngelihat Eiffel itu bukan hal yang main-main. Aku bahkan sempat nasehatin Bela sebelumnya, "Bel, kalau mau ketemu Eiffel, kita harus dandan dan pakai baju bagus. Nggak kayak sekarang."

Bela, yang sepanjang tour ini kubacotin terus, jengkel sekaligus geli. "Ran, Ran. Pengin ke Eiffel wae kayak pengin ke Kakbah."

HAHAHA.

LAWAK NIH MANUSIA.

Oh iya. Waktu aku masih kelas sepuluh (satu SMA), kelasku terletak tepat di depan menara Telkomsel. Kadang-kadang, waktu lagi males merhatiin guru  pulang sekolah atau jam istirahat, aku suka melamun di pinggir jendela, ngebayangin menara Telkomsel itu jadi Eiffel.

Waktu itu, aku suka nanya, kapan ya, aku bisa ngelihat Eiffel beneran? Ngelihat doang dari jauh juga gak apa-apa, deh. Gak muluk-muluk aku mah orangnya. 

Eh tapi, tanggal 17 Mei ini, wishlist-ku itu kesampaian! Bahkan nggak cuma ngelihat dari jauh, tapi juga naik ke puncaknya (walaupun harus ngantre panjang setelah jalan-jalan seharian di Champs-Elysée, sampai kaki gak sanggup jalan)! What a big day!

Ngomong-ngomong, pas foto di Louvre, aku kesel sama Bela. Coba tebak kenapa:



Untung kamu konco, Bel.

-- Kamis, 18 Mei 2017 --

Setelah ngehabisin hari pertama di Paris dengan sepatu yang salah (aku pakai oxford shoes yang alasnya tipis banget, which means sama aja kayak nggak pakai sepatu), malamnya (masih tanggal 17 Mei), aku nyaris nangis. Kakiku sakit banget, kayak bengkak gitu. Pengin ke kamar mandi untuk sikat gigi aja aku ngesot sambil teriak-teriak. Untungnya, setelah direndam air panas dan lanjut tidur, besoknya kakiku baik-baik aja.

TAPI, GILIRAN SUARAKU YANG ILANG. 

HH.

Pagi-pagi, aku nyoba manggil Bela. "Bel... Bel..."

Tapi kedengerannya kayak, "........" (which means nggak ada suara yang keluar).

Setelah berkali-kali nyoba ngomong tapi nggak berhasil, akhirnya aku marah-marah sendiri (tapi di dalam hati doang, soalnya nggak bisa ngomong). KESEL, KAN! HARI INI NGGAK BISA NGEBACOT DI BIS!!!!

Eh tapi, pas sarapan, aku makan mie instan Korea yang dimasak pakai air panas. Ajaibnya, suaraku balik lagi! 

Mulai saat itu, aku bertekad bakal sarapan pakai mie Korea lagi.

.

Di hari kedua di Paris ini, kami jalan-jalan ke sudut Paris yang cantik banget: Montmartre! 

Entah kenapa, aku suka banget sama Montmartre. Mungkin karena salah satu film favoritku (Amelie) di-shooting di sini. Atau mungkin karena pelukis favoritku (Van Gogh) pernah tinggal di sini sebelum pindah ke selatan Prancis. I don't know. Yang jelas, Montmartre cantik. 

 Di Montmartre, ada dinding yang memuat ratusan kalimat 'I love you' dari berbagai bahasa. 
Dan... yak. Aku foto sendirian di sana.

Cafe film Amelie.

Van Gogh was here.

Oh iya. Setelah jalan-jalan, para exchange students sempat dapat free time untuk jalan-jalan keliling Montmartre sendiri, sekalian makan siang. Aku dan Bela pergi berdua doang.

Bela nanya, "Pengin makan di mana, Ran?"

"Di tempat yang ngejual makanan khas Prancis, dong." 

"Oke."

Akhirnya, kami nyari restauran masakan Prancis. 

Tapi nggak nemu. SUSAH BANGET! Nyaris setiap restauran selalu punya daftar menu yang dipajang di depan toko, tapi daftar menu itu nggak membantu sama sekali (soalnya pakai bahasa Prancis). Jadi, alih-alih tahu restauran ini ngejual apa, aku dan Bela ended up bingung sendiri. 

Aku, yang bener-bener kelaparan, mulai putus asa. "Udahlah, Bel, burger aja. McDonald."

Eh malah ngamuk nih manusia satu. "EMOH RAN, EMOH. MUAK AKU."

Akhirnya kami terpaksa nyari lagi. 

Dan akhirnya, kami makan di restauran cina. 



Kesel, kan? Kesel, dong.

Tapi aku nggak nyesel, sih, jauh-jauh ke Paris malah makan di restauran cina. Soalnya, bapak penjualnya baik banget. Walaupun beliau ngomong pakai bahasa Prancis dan aku ngebalas pakai bahasa Inggris, kami nyambung, kok (CIEEE). Harganya juga nggak mahal, dan bapaknya nunjukin kami mana makanan yang pakai daging babi dan mana yang nggak. Uh, love love!

Setelah makan siang, kami nyari masker muka (selama trip, mukaku break out!). 

EH TAPI MALAH KETIBAN SIAL.

Jadi gini ceritanya:

Sebelum nyari masker muka, aku udah beli Coca Cola. Belum kuminum, sih, tapi segelnya udah kubuka. 

Terus, pas aku udah selesai nyari masker muka di supermarket dan pengin keluar, salah satu petugas keamanan ngehampirin aku untuk meriksa tasku (kayaknya ini emang prosedur keamanan di semua toko di Paris, deh). Ya udah. 

Eh, tiba-tiba dia nanya, "Cola?" 

"...ya?"

"*@#(*@&$Q$&Q(*@Q&#$@#&^#&%#*$&?" (pakai bahasa Prancis).

".......ya?"

")#%*(#&$*(&$^%*@&$)(!*()#!$)?" (masih pakai bahasa Prancis).

".............y-ya?" 

"*(#%&*&$*(&*Q&$*$( Cola *#%O$(*Q$*($*." 

Walaupun nggak tahu si Mas bilang apa, aku jawab, "Mm, I already bought this Cola before I went here. I swear. Look, I already opened it." (Aku udah beli Cola ini sebelum masuk supermarket. Suwer. Lihat aja, deh, tutupnya udah kebuka).

TAPI SI MAS NGGAK PERCAYA. Dia nelepon temennya dulu. "*#*%#$*Q)($ Cola *%#$#OI$U#@#@ Cola? (#$)#$8#%*)($."

Panik aku.

Tapi, untungnya, aku selamat.

Oh iya. Di tengah perjalanan pulang, aku dan Bela sempat ketemu sama seorang ibu. Dia ngomong pakai bahasa Prancis yang entah artinya apa, tapi kayaknya dia ngajak kami untuk pergi sama-sama karena tujuan kami sama. 

Kami nyaris pergi bareng ibu itu, tapi karena takut dia adalah pencopet, akhirnya aku dan Bela langsung jalan pergi ninggalin ibu itu, deh. Kudu hati-hati, guys. Pencopet di Montmartre lumayan banyak. Don't trust anyone!

Setelah itu, kami masuk ke museum Louvre. 

Nggak terlalu berkesan, sih. Tapi lumayan, lah, udah ngelihat Monalisa. Now I could die peacefully.

-- Jumat, 19 Mei 2017 --

Kami main ke... Geneva, Swiss!

Jadi, Geneva adalah salah satu kota tertajir di Eropa. Selain karena kantor PBB tersibuk kedua di dunia ada di sini, penghuni-penghuninya juga pada kaya. Tingkat kriminalitas bener-bener rendah, soalnya semua orang nggak mau nyuri. Ngapain nyuri? Wong udah punya. 

Bodohnya, waktu main di sini, dompetku kutinggal di dalam bis. 

Jadi aku nggak bawa duit. 

Bawa deng. 10 cent. 

Pengin beli sehelai rambut juga nggak bakal kebeli. 

Untung aja ada Bela, ATM berjalanku (bercanda, Bel, bercanda). Baik banget dia, selalu mau direpotin (walaupun dia sempat ngomong berkali-kali, "Ran, Ran, untung kamu konco. Kalau bukan... HHHHH."). 

Di Geneva, selain cuma melongo karena lupa bawa duit, kami juga main ke kantor PBB. Bagus banget, deh! Kantor impian! Pengin banget bisa kerja demi kemanusiaan di kantor yang pemandangannya Lake Geneva. 





-- Sabtu dan Minggu, 20 dan 21 Mei 2017 --

Sebenarnya, trip yang aku dan Bela ikutin itu berlangsung selama dua minggu ke sepuluh negara. Tapi, aku dan Bela cuma ikut setengah trip (seminggu), soalnya... kenapa, ya? Lupa. Tapi, jujur, aku nggak sanggup lagi kalau harus lanjut trip. Baru seminggu aja udah capek banget. Mana minggu depan udah mulai Ramadhan, lagi. 

Jadi, kami mulai say goodbye ke peserta tur yang lain. 

Sedih banget. 

Sebenarnya, pas saying goodbye dan ngasih goodbye hugs ke temen-temen lain, aku biasa aja, sih. Sedih, tapi nggak sedih-sedih banget. Masih bisa ditahan di hati. Tapi aku bener-bener terharu (sampai nyaris nangis) waktu:

1) Kayleen, salah satu tour guide-ku, ngomong sambil meluk kami, "It was nice having you here, Rani and Bela. Pesanku untuk kalian cuma satu: jangan pernah berhenti traveling. It is amazing, guys. It changes your life."

dan...

2) Ramon, salah satu tour guide-ku juga, ngomong, "See you again, girls. We will meet again. I do not know where and when, but we will. I promise." (Sampai jumpa! Kita bakal ketemu lagi, kok. Aku nggak tahu kapan dan di mana, tapi kita bakal ketemu. Janji).

SEDIH BANGET, NGGAK, SIH? AKU MEWEK, LHO. SERIUS.

Terus, akhirnya, hari Minggu, lewat bandara Marco Polo Venesia, kami pulang, deh. 

Sempat kesel juga, sih, soalnya di bandara, jarum pentulku ketinggalan di mesin pendeteksi bagasi (apa, sih, namanya?). Aku juga harus buka jaket, padahal di balik jaket, aku hanya pakai kaus pendek. But never mind (ngomong-ngomong, karena jarum pentulku ketinggalan, akhirnya aku kerudungan pakai gantungan kunci) (gimana caranya? Jangan tanya, aku juga nggak ngerti). 

Perjalanan dari Venesia ke Hamburg berjalan dengan cepet. Selain karena aku pergi bareng Fernanda (AFS Chile - Jerman) yang dapat placement di Lübeck, aku juga... tidur. All the time. Mulai ngorok waktu pesawat baru aja terbang, dan baru bangun pas pesawat udah mendarat. 

SELESAI!

.
.

Akhir-akhir ini, aku lagi seneng-senengnya olahraga. Mulai dari aerobik sampai jogging.

Bukan karena rajin. 

Tapi karena celana mulai nggak muat. 

Hari Selasa sore kemarin, aku jogging. Awalnya sih niat banget, tapi di tengah-tengah jalan, I gave up. Nggak kuat. Mana aku 1) lupa pemanasan, 2) lupa bawa air minum, dan 3) sempat dilompatin anjing, lagi (padahal aku takut binatang). 

Besok paginya, hari Rabu, kakiku sakit semua. Tadinya aku pengin istirahat di rumah aja, tapi karena udah terlalu lama nggak sekolah (tiga minggu, coy), akhirnya aku maksain pergi, deh. Lagipula, hari Rabu nggak ada pelajaran yang berat. Cuma Agama, Bahasa Prancis, dan Olahraga doang.

Akhirnya aku berangkat, deh, naik bis. 

Nah. 

Begitu sampai di halte bis dekat rumah, aku bingung. "Kok nggak ada orang, sih? Kok cuma aku?"

Tapi, tiba-tiba aku inget: temenku (Juliane, kelas sepuluh) pernah ngomong kalau siswa-siswi kelas sepuluh udah nggak sekolah lagi. Ujian akhir udah selesai. 

Akhirnya, aku coba berpikir positif aja, "Hmm, siswa kelas sebelas yang naik bus emang cuma aku, deh, kayaknya. Pantes aja sepi."

Terus bisnya dateng.

Eh, kok sepi banget? 

Biasanya, bis pagi selalu ramai sampai aku nggak dapat tempat duduk. Tapi bis hari Rabu itu bener-bener sepi. Ada, sih, anak sekolah. Tapi paling cuma sepuluh biji orang. 

Aku tetep nyoba berpikir positif, dong. Paling mereka ketinggalan bis. 

Akhirnya, bisnya jalan, deh. Aku santai aja, sambil dengerin lagu lewat earphone

EH TAPI, PAS UDAH BERHENTI DI HALTE DEKAT SEKOLAHKU, KOK YANG TURUN CUMA AKU? 

Wah. Gak wajar ini.

Aku jalan kaki ke sekolah dengan perasaan nggak enak. Sempat dilihatin sama beberapa orang dengan tatapan aneh juga, tapi baelah. Aku tetep jalan, masuk ke lingkungan sekolah (yang sepi luar biasa), masuk ke gedung sekolah, terus berhenti di depan pintu kelas. Aku nyoba muter gagang pintu, tapi kekunci. 

Aku noleh kanan-kiri, gelisah. Cuma ada aku sendirian di sana. Kudu gimana, nih? Pulang?

Tapi aku yang rajin ini akhirnya mikir, ah, tungguin aja, deh. Udah telanjur sampai sekolah.

Tapi, sampai jam delapan pagi, nggak ada orang sama sekali. Ada, sih, petugas cleaning service. 

Akhirnya aku pulang, deh.

Pas udah sampai di rumah, aku nge-chat temenku. "Haben wir heute keine Schule?" (Hari ini libur, ya?)

"Ja. Keine Schule." (Iya).

ARGH.

ARGHHHH.

ARGHHHHHHHHHHHHH. Pengin gila aja, udah.

.
.

Weekend minggu lalu, aku ke Belanda juga. Bareng Teh Nisa (orang Indonesia yang pernah ketemu secara nggak sengaja di kereta) dan keluarganya. Tadinya aku ngerasa canggung pengin liburan bareng keluarga Teh Nisa, tapi ternyata seru banget! Apalagi mamanya Teh Nisa masih gaul, hehe.

Di Amsterdam, kami jalan-jalan ke banyak tempat. Ke masjid di dekat kanal, ke mall, ke toko yang jualan souvenir, dan ke tempat yang jadi highlight: MUSEUM VAN GOGH!

Jujur, dari SD, aku pengin banget ke museum ini, tapi aku selalu mikir kalau aku nggak akan pernah bisa ke sana. Tapi untungnya minggu lalu kesampaian (dan aku malah sempat mewek di dalam museum). Walaupun nggak boleh banyak foto-foto di dalam museum, tapi aku tetep seneng kok!

Sehari setelah main di Amsterdam, kami main ke: KEUKEUNHOF TULIP GARTEN!

Cantik banget, nggak paham lagi kenapa (fotonya lihat di instagramku aja, ya. Belum dipindahin ke laptop, nih).

Nah. Di sini, aku kena musibah.

Jadi, pas lagi semangat-semangatnya foto, tiba-tiba... brak. 

Kameraku jatuh.

Terus, pas aku coba nyalain... mati. Total.

Panik. 

Akhirnya, karena nggak enak sama keluarganya Teh Nisa, aku berusaha tenang. "Nggak apa-apa. Paling sebentar lagi juga nyala."

Iya, sih, nyala. TAPI TOMBOLNYA KAGAK BISA DIPENCET (which means nggak bisa ngambil foto) (which means ngapain punya kamera kalau gitu mah?!).

Akhirnya aku panik. Video newsletter-ku untuk AFS belum dibuat sama sekali, proyek video #AskMe belum kelar, dan aku masih harus ngerjain proyek jasa foto dari luar negeri WHICH MEANS AKU BUTUH KAMERA. 

KAGAK ADA CERITANYA KAMERAKU RUSAK! POKOKNYA KUDU BISA DIPAKAI!

Setelah jalan-jalan di Keukenhof selesai, akhirnya aku merintilin kamera di dalam mobil. Kubuka lensanya, kuperiksa bagian sensornya, sampai kutiup-tiupin tombolnya (apa faedahnya niupin tombol? Jangan tanya, aku juga nggak tahu). 

Setelah selesai merintilin kamera, aku nemu 'dua patahan' lensa yang bentuknya melingkar dan warnanya hitam. Dua patahan itu berfungsi untuk nyambungin lensa dengan badan kamera, supaya sensornya jalan. 

Karena nggak tahu harus ngapain lagi, akhirnya dua patahan itu kusimpen di dalam saku. Ya udahlah, nanti ke tukang servis aja. 

Setelah itu, kami lanjut jalan-jalan. Kami sempat nyobain makanan khas Indonesia juga di Utrecht, lho, sebelum akhirnya balik ke Jerman (PS: enak banget! Aku mesen nasi rames pakai sambel terasi, nggak nahan).

Aku baru sampai di rumah host family di Jerman pukul dua belas malam. Rasanya badan capek banget. Mata berat. Nggak sanggup ngapa-ngapain lagi. Tapi, didorong oleh rasa penasaran, aku malah ngeluarin dua patahan lensa dari saku, terus mikir: ada nggak, ya, yang bisa kulakuin sendiri untuk ngebenerin kamera?

Mungkin... nyelotip?

I know; nyelotip kamera itu ide yang koplak sekoplak-koplaknya. Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa kepikiran untuk nyelotip kamera. 

TAPI, YANG BIKIN AKU TAMBAH NGGAK NGERTI: AKU TETAP NGELAKUIN ITU.

IYA. AKU NYELOTIPIN KAMERA. JAM DUA BELAS MALAM. 

Berbekal selotip dan gunting mungil, aku kerja keras malam itu. Nyelotip kamera itu nggak gampang, guys. Butuh ketelitian dan kesabaran yang luar biasa. Berkali-kali aku pengin nyerah karena gagal terus, tapi akhirnya.......... tetep gagal. 

YA IYALAH. 

YAKALI. 

Akhirnya, setelah satu setengah jam nyoba nyelotip kamera, akhirnya aku resmi nyerah. Tugas ini berat banget, guys. Nyaris mustahil, malah.

Tapi, alih-alih tidur, aku malah ngelaksanain ide lain: NGELEM KAMERA. 

NGELEMNYA PAKAI LEM KERTAS (semacam lem fox), LAGI. 

#TerBerfaedah2k17.

Jujur, selama ngelem kamera, aku ngerasa bodoh banget. Makhluk hidup macam apa, sih, yang nggak ngerti apa-apa soal kamera, tapi nekat ngelem kamera pakai lem kertas harga 1 Euro-an (setelah ngambil kesimpulan sendiri yang sotoynya luar biasa) jam setengah dua malam? Makhluk hidup macam apa, hah? 

Tapi aku tetap ngelakuin hal itu. Coba dulu. Kalau sampai jam dua nggak berhasil, udah. Pasrahin ke tukang servis. 

Jam 01.45, belum berhasil.

Jam 01.50, berhasil. Tapi lemnya copot lagi. 

Jam 01.55, mulai putus asa dan kepikiran pakai lem kuat.

Jam 01.56, nyari lem kuat tapi nggak ketemu. 

Jam 01.57, baru inget kalau nggak punya lem kuat. 

Jam 01.58, berdoa ke Tuhan Yang Maha Esa sambil lanjut ngelem kamera.  

Jam 01.59, ngebatin: coba sekali lagi. Untuk yang terakhir kalinya. Kalau gagal juga, aku tinggal tidur. 

Jam 02.01... BERHASIL!

BERHASIL!

ASLI, NGGAK BOHONG!

Jujur, waktu kameraku berhasil kubenerin pakai lem kertas, aku terharu banget. Pengin nangis. Pengin banget rasanya nyiapin pidato kemenangan atau video motivasi. Pesan moralnya, nggak ada yang nggak mungkin, guys! That night, I proved it by myself!

Comments

  1. itu yang fun fact hitller , tuh tentang bijinya yang cumana satu ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku cuma ngasih tahu #FunFactAboutHitler ke dua orang, lho. Satunya Bela. Berarti kamu... adalah...

      Delete
    2. tapi saya gak kenaln kamu , haha

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"