Minggu Keduapuluhdua di Jerman (AFS Indonesia - Jerman 2016/2017)

Song of the week: Tiap Senja - Float.
"Tidakkah cinta menyiksamu? Masih banyak bulan yang dapat kautunggu...."
Movie of the week: Cuma nonton satu film, sih. Moonlight, pemenang Oscar kategori Film Terbaik. Bagus, ih. Ada yang bilang kalau jalan cerita filmnya terlalu mendramatisir, tapi aku suka-suka aja.
  
View of the week: 

1

Hari Rabu kemarin (8/03), aku belajar Religion di sekolah

Belajarnya tentang apa? Tentang agama kristen (agama mayoritas di Jerman (kayaknya)). 

Aku muslim, dan sebenarnya, bagi siswa-siswi yang beragama selain kristen, sekolahku di sini nyediain pelajaran Werte und Normen (dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih: nilai-nilai kebaikan dan norma). Beberapa temanku yang beragama kristen (tapi nggak religius) malah ngambil pelajaran ini.

Tapi, aku milih Religion karena 1) menurutku, belajar agama lain itu menarik banget (belajar doang bukan berarti mengimani, ya), dan 2) udah telat untuk pindah kelas ke Werte und Normen. Hahaha.

Lanjut.

Hari Rabu kemarin itu parah banget, deh. Aku harus ngumpulin portofolio tentang bagian Markus di Al-Kitab New Testhatement, tapi aku baru ngerjain selembar rangkuman (padahal tugasnya udah dari tahun lalu). 

Sebenarnya, Selasa malam, aku pengin ngerjain portofolio itu. Tapi aku 1) nggak punya waktu, dan 2) nggak ngerti. Asli. Walaupun udah nyaris lima bulan di Jerman, aku masih kesulitan baca artikel yang panjang dan serius (apalagi harus baca berlembar-lembar Al-Kitab pakai bahasa Jerman,  dianalisis, terus diinterpretasiin (padahal interpretasi kitab suci itu banyak dan rumit)).

Anyway, jujur, buka Al-Kitab pun sampai sekarang aku belum bisa. Hehehe. Kalau guruku nyuruh buka halaman tertentu, aku pasti kelabakan dan akhirnya minta tolong temen sebelah.

Lanjut.

Pagi-pagi banget, pas di sekolah, aku nanya ke temenku (namanya Jossa) yang kebetulan juga ngambil Religion, "Jos, udah ngerjain portofolio?"

"Udah."

"Boleh lihat, nggak?"

"Na klar." (Ya iyalah)

Jossa ngasih aku portofolionya... dan... aku melongo. BUSET, RAPI BENER!

Portofolionya Jossa terdiri dari kurang lebih tiga puluh lembar kertas (semuanya ditulis tangan). Ada sampul, kata pengantar, gambar, rangkuman, analisis, interpretasi, tugas-tugas yang pernah guruku kasih, dan komentar. Semuanya itu ditaruh di dalam satu map baru yang kinclong. 

Sementara itu... portofolioku... isinya cuma rangkuman... selembar kurang... boro-boro pakai map, rapi aja nggak....

Pas ngelihat portofolioku, Jossa nahan ketawa. Tapi dia berusaha nyemangatin aku, "Udah, udah, nggak apa-apa. Gurunya pasti maklum."

Beberapa temenku yang lain juga ngomong, "At least, kamu ngerjain."

Tapi salah satu temenku yang paling deket, Maria, ketawa sampai nangis. Dia juga ngomong, "OH GOD, RANI! HAHAHAHAHAHA! SEMUA ORANG NGUMPULIN PALING NGGAK TIGA PULUH LEMBAR PAKAI MAP, DAN KAMU CUMA... SELEMBAR... HAHAHAHA... YOU ARE MY SPIRIT ANIMAL!"

".............danke." Wow. 

Spirit animal.

Lanjut. Setelah ngumpulin portofolio (aku ngumpulinnya paling bawah supaya nggak kelihatan), guruku ngebagi kami jadi lima kelompok. Pembagiannya agak nggak adil gitu, sih. Ada kelompok yang anggotanya dikit, ada juga yang banyak.

Nah, kebetulan, aku masuk di kelompok yang anggotanya paling banyak. Kira-kira ada tiga belas orang, lah. Di sana juga ada temen-temen deketku (Maria, Jossa, Jasmina, dan lain-lain).

Terus, kami dikasih sepuluh pertanyaan yang harus dijawab bareng anggota kelompok. Gampang, sih,  soalnya cuma tentang opini yang berhubungan dengan agama Kristen gitu. Contohnya, setujukah kamu jika kita harus menilai kekristenan seseorang dari cara dia bertindak (dan bukan berpikir?). Iya atau tidak? 

Tapi, kelompokku kesulitan untuk jawab pertanyaan ketiga: setujukah kamu jika ada yang berkata bahwa kekristenan masih ada di zaman sekarang?

Beberapa orang ngomong, "Masih ada, lah. Kan ajaran Kristus masih ada."

Beberapa orang juga ngomong, "Kayaknya 'kekristenan' yang dimaksud itu Jesus-nya, deh. Kan sekarang udah nggak ada (masalah ini refers ke kekhawatiran tentang keberadaan utusan palsu)." (sorry, ya, ribet ngejelasinnya).

Selama temen-temenku debat sendiri, aku sibuk ngurusin kata-kata dalam bahasa Jerman yang nggak aku ngerti, sih. Aku nggak terlalu perhatiin debatnya.

Sampai akhirnya, untuk mengakhiri debat, Maria nanya, "Oke, siapa yang di sini bukan Kristen?" (bukan pertanyaan sebenarnya). 

Aku langsung ngejawab (dengan kerasnya), "Ich." (aku).

Dan tiba-tiba... SEMUA KETAWA...

Aku ikut ketawa bentar. Bukan karena lucu, tapi karena bingung. Ini naha pada ketawa? "Was ist los?" (apa yang salah?)

Maria (lagi-lagi) ketawa sampai nangis. "Aku nanya siapa yang ngerasa kristen... tapi kamu angkat tangan... padahal kamu pakai hijab... semua orang juga tahu kalau kamu muslim... padahal semua orang di sini (yang notabene agamanya Kristen) nggak ada yang angkat tangan... I am sorry, it is not funny. But I think it is really funny...."

"Oh, berarti aku salah denger," kataku sambil mulai ketawa juga. "Entschuldigung. Aku kira siapa yang agamanya bukan Kristen."

"...HAHAHA... Rani... maksud pertanyaanku tadi: siapa yang merasa jadi Kristus?"

"..............hah?"

.

Ngebingungin, ya? 

Jujur, sampai sekarang, aku sendiri juga masih bingung Maria nanya 'siapa yang agamanya Kristen' atau 'siapa yang merasa jadi Kristus' (maklum, bahasa Jerman-ku belum sempurna). Anyway... kalau yang dia maksud adalah 'siapa yang merasa jadi Kristus'... berarti dia bermaksud... 'siapa di sini yang merasa jadi Jesus', dong, ya? Padahal aku angkat tangan.........

(Semoga aja nggak ada yang ngelaporin aku ke polisi karena dugaan penistaan agama).

Sedikit catatan tentang postingan di atas:
1) Sebenarnya, sebelum nulis postingan blog ini, aku mikir berulang kali: aku harus nulis kejadian di pelajaran Religion atau nggak usah, ya? Isu agama kayaknya lagi sensitif-sensitifnya, deh, di Indonesia... aku juga takut kalau ada adik-adik yang salah paham dan nggak mau jadi exchange students... apalagi kalau ada yang nge-judge, "Ih, Rani islam KTP, nih! Udah tahu bisa milih Werte und Normen, eh, malah milih Religion!"

Tapi, setelah mikir-mikir, akhirnya aku mutusin untuk... nulis aja. 

Kenapa?

Alasan pertama; aku yang bikin keputusan untuk belajar 'Religion', dan aku bangga. Nggak ada yang salah, dan nggak ada yang harus aku tutup-tutupin. 

Alasan kedua; bagi siswa-siswi Muslim yang pengin daftar program exchange students tapi jadi ragu setelah baca postingan ini: terserah kamu, sih, pengin lanjut daftar atau mundur--tapi ini kenyataannya. Kamu--dan agama kamu--nggak akan dinomorsatukan di negara tujuan (apalagi kalau negara tujuannya mayoritas non-Islam).

2) Buat pembaca yang kebetulan beragama Kristen, aku minta maaf ya kalau ada kesalahan kata. 

2

Minggu lalu, waktu Bela (temenku, AFS Jerman juga) lagi main ke Lüneburg, aku sempat ngebantuin dia bikin video untuk AFS Chapter Malang. Tugasku sederhana, sih, cuma ngevideoin dia selama kurang lebih lima menit. Udah. Nggak ada yang spesial, lah, pokoknya.

Tapi, tepat setelah rekaman selesai, kami didatengin laki-laki tua yang tampilannya kumuh banget. Dia cuek banget, deh. Kami masih rekaman, dia nyerocos aja minta duit. Yaudah, supaya dia cepat pergi, kami kasih aja 1 Euro (Bela yang ngasih, sih) (aku nggak) (pelit emang) (wkwk) (bukan) (aku nggak pernah ngasih uang ke pengemis di Jerman karena #sekadarinfo semua orang yang nggak punya pekerjaan selalu dikasih uang sama pemerintah secara rutin). 

Lanjut.

Nah.

Empat hari yang lalu, sahabatnya host mother-ku main ke rumah untuk latihan musik bareng. Aku ikut. Setelah ngemainin beberapa lagu dan ngebahas lagu Indonesia (kami punya plan mainin lagu Sahabat Kecil dari Ipang!!!), tiba-tiba host mother-ku nanya, "Ran, mau nggak nunjukin tarian Indonesia ke kami?"

"Maksudnya? Nari di depan kalian?"

"Iya."

"...oke, deh."

Akhirnya aku ngambil sampur (selendang tari) dan laptop (untuk muter musik).

Nah, pas aku lagi nyari musik tarian di laptop, tiba-tiba host mother-ku nunjuk file videonya Bela yang kebetulan aku simpan di desktop. "Ini Bela, kan? Ini video apa?"

"Video buat AFS. Mau lihat? Tapi pakai bahasa Indonesia."

"Nggak apa-apa, deh."

Akhirnya aku ngasih lihat, deh, videonya Bela ke mereka. 

EH TAPI... BEGITU VIDEONYA UDAH NYARIS SELESAI (ada bagian laki-laki tua tadi minta uang ke kami), sahabatnya host mother-ku ngomong, "Ini kan... orang gila... dia terkenal se-Lüneburg....."

Prang! "...APA?!!"

Host mother-ku nanya serius, "Kalian ngomong apa aja sama dia?"

Kujawab, "Dia minta uang doang, sih... tapi dia sempat ngajak ngobrol dan ngedoain semoga rezeki kami lancar... pantes aja dia langsung nyerocos pas aku lagi ngerekam Bela. Ternyata orang gila!"

Sahabatnya host mother-ku ngomong, "Harus hati-hati banget sama dia. Lain kali, kalau dia ngajak ngomong, langsung pergi aja. Kalau dia minta uang, jangan dikasih. Dan yang paling penting: pokoknya jangan sampai ada kontak kulit."

"...kenapa?"

"Kalau ada kontak kulit, bahkan cuma jari, dia suka nyium."

Prang! "...APA?!!" (2)

.

Untung aja aku dan Bela selamat lahir batin... kagak lucu, ah, kalau aku nulis di blog tentang itu. Belum pernah dicium, eh sekalinya dicium, sama orang gila.... :(

3

Kemarin (Rabu, 08/03) itu hari yang bener-bener bikin pusing. Apalagi di sekolah. Udah di Religion diketawain dua kali, pelajaran bahasa Perancis kagak ngerti apa-apa, pakai ujian pelajaran Olahraga segala, lagi. 

Ujian Olahraganya gampang, sih. Cuma ngelompatin balok yang nggak tinggi-tinggi banget (bagi orang Jerman). 

Bagi aku? Well, tinggi baloknya sebibirku.

Mana aku sempat jatuh, lagi. Jadi, pas lompat untuk yang keberapa kalinya, kakiku kesandung di balok. Akhirnya aku jatuh, deh. Muka duluan, lagi. Untung aja jatuhnya di matras, jadi muka masih utuh--harga diri doang yang nggak utuh. 

Yang paling bikin pusing itu materi les bahasa Jerman. Jadi, mulai dari jam setengah enam sampai tujuh malam kemarin, aku ikut les. Lesnya seru banget, sih. Temen-temennya baik, kelasnya nyaman, dan gurunya udah jadi sahabatku (asik). 

Tapi, kemarin, kami belajar materi baru yang selama ini jarang banget diaplikasiin di Jerman (tapi wajib dipelajari, apalagi bagi yang pengin ngambil ujian level B1). Kepala rasanya cenat-cenut! 

Tapi... begitu pulang ke rumah... ADA KEJUTAN!

.

Jadi, begitu aku buka pintu rumah, aku disambut sama dua hal. Hal pertama, bau masakan Indonesia yang familiar, tapi aku nggak tahu apa. Hal kedua, host sister-ku yang lagi berdebat sama pacarnya:

Host sister: "Kayaknya ini nggak enak, deh."
Pacarnya: "Doch! Enak, enak! Baunya wangi, kok!"
Host sister: "Ih... lembek gini...."
Pacarnya: "Cobain entar, geura."

Aku masuk ke dapur. "Ada apa, nih?"

Host sister-ku balik ke aku, terus ngomong, "TARAAAA! HARI INI, KAMI MASAK MAKANAN INDONESIA!" 

Aku, dengan mata berbinar-binar (naon sih), ngelirik panci. "Masak apa?"

"MIE GORENG!" (diucapkan dengan logat Jerman kental) (bayangin sendiri)



Jadi, host sister-ku nyari resep paling gampang di blog indonesischkochen.com (situs masak lengkap berbahasa Jerman - Indonesia), nge-print resepnya, dan belanja bahan-bahannya! Dia juga beli kecap manis, astaga.



Bagi yang pernah baca postingan minggu lalu, kalian tahu, kan, pacarnya host sister-ku ngebeli sambel ulek? Dia bawa jauh-jauh, nih (note: rasanya lebih ke citarasa 'Eropa', sih. Asem dan agak tawar. Tapi kalau dimakan dengan bahagia (naon) rasanya jadi lebih enak dari sambel Indonesia...)

Pas aku makan mie gorengnya, jujur, rasanya beda dari mie goreng yang biasa aku makan di Indonesia. Tapi aku tetep seneng, sih. 


Yang paling bikin seneng, sih, daging ayam masakannya pacarnya host sister-ku! Asli, pas aku makan, aku langsung inget sama potongan daging ayam yang biasanya nemenin tumpeng nasi kuning. Enak... rasanya mirip banget sama masakan teteh di kos... duh gimana caranya berhenti makan... nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan, wahai wanusia....


4

Bingung, ih, pengen cerita apa. 

Udah aja, lah, ya.

Eh jangan dulu, deng. Pengin pamer supaya postingannya tambah panjang.

Jadi, aku lagi seneng banget. Walaupun ulang tahunku udah lewat dua minggu, aku masih dapat hadiah. Hehehe. Dapat cangkir, gelembung sabun Disney, lilin (orang Jerman suka banget, deh, ngasih lilin sebagai hadiah ulang tahun), dan (lagi-lagi) cokelat dari guru lesku. 

Aku juga dapat seplastik penuh barang dari temen kelasku. Lip butter, sabun, teh, sampai (lagi-lagi) cokelat!!!!

Minggu ini, aku nggak pergi ke supermarket untuk beli cokelat sama sekali. Cokelat-cokelat hadiah ulang tahunku numpuk di kamar! (udah habis, sih, sekarang). Thank God, uang jajanku bisa ditabung hehehe.

.

AnywayI lost something in my birthday--tapi aku percaya apa yang hilang bakal diganti sama Tuhan. 

Jadi... udah.

Kali ini udah beneran. Dah! See you on my next post!

Comments

  1. Wow, aku baru tau soal orang Jerman yang suka kasih lilin itu. If you don't mind, boleh aku nanya apa lagi yang biasa dikasih orang Jerman buat kado ultah? Hehe, vielen dank:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmm... mereka suka ngasih kotak gede yang isinya hadiah-hadiah kecil (lilin, cokelat, permen). Kadang-kadang juga board game atau album foto kreasi sendiri. Lucu, deh, pokoknya :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Contact Me

About Me: The New Version

#1 Proses Novel "Inikah Rasanya Cinta"